UMKM Saat Pandemi: Terpukul dan Turun Kelas

UMKM Saat Pandemi: Terpukul dan Turun Kelas Foto dokumentasi Alinea.id.

Pandemi Covid-19 memengaruhi eksistensi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) nasional. Bahkan, pagebluk membuat UMKM terpukul dan turun kelas. Menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), sebanyak 15.974 unit (26,32%) dari 60.702 unit usaha menengah turun kelas ke level mikro.

Pukulan terkeras menimpa usaha kecil. Sebanyak 605.147 unit (75,23%) dari 783.132 unit usaha kecil bergeser ke level mikro. Menurut Kepala Bidang Kemitraan, Deputi UKM, Kemenkop UKM Renaldy Purnomo, situasi tersebut salah satunya karena ada sejumlah masalah yang tak bisa diatasi UMKM pada era pandemi. 

Pembatasan sosial dan fisik, kata dia, membuat proses produksi dan pasokan terhambat. Apalagi, penguasaan teknologi digital sebagai cara efisien promosi dan transaksi penjualan di masa pandemi yang mengutamakan platform digital juga masih rendah.

“Kemenkop UKM mencatat, 94% UKM tidak menggunakan komputer dalam menjalankan usaha karena literasi digital masih rendah. Padahal, digitalisasi UMKM dapat menjadi peluang untuk tumbuh di masa pandemi yang membatasi pertemuan fisik,” kata dia dalam Alinea Forum bertajuk ‘Kebangkitan UMKM Penyelamat Ekonomi’, Kamis (8/7).

Karena itu, pemerintah bertekad terus mendorong digitalisasi UMKM sebagai salah satu agenda prioritas kementerian. Di antaranya melalui peningkatan kapasitas SDM dan menaikkan proses bisnis serta perluasan akses pasar. Empat pilar yang menjadi fondasi terobosan adalah koperasi modern, usaha mikro dari sektor informal ke formal, UKM masuk ke rantai pasok, dan transformasi wirausaha produktif.

Selain untuk meningkatkan penjualan UMKM, ini juga akan bisa mempercepat mereka naik kelas. Diharapkan kontribusi UMKM terhadap PDB terus meningkat. Pemerintah menargetkan kontribusi UMKM pada 2024 sebesar 65% dari 62% pada 2021.

Peneliti Indef, Nailul Huda, berharap pemerintah mengoptimalkan dana pemulihan ekonomi nasional atau PEN agar UMKM bisa bertahan. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), masalah utama (69%) UMKM di tengah pandemi adalah kebutuhan akan bantuan modal. 

Permasalahan kedua, kata dia, berdasarkan data dari Bank Indonesia, kredit bermasalah (non performing loan/NPL) sektor mikro tercatat naik signifikan. 

“Ditengarai bantuan PEN untuk subsidi bunga sangat kurang cepat. Ini berbahaya. Selamatkan dulu UMKM kita, berikan bantuan sehingga NPL turun. Itu yang harus kita lakukan dalam konteks menyelamatkan bangsa,” tutur dia.

Apa upaya UMKM agar dapat bertahan saat pandemi? Pelaku UMKM dan pemilik usaha kopi asal Palembang Beskabean Coffee Roastery Hendra Susanto mengaku pandemi Covid-19 memukul usahanya yang bergerak di bidang F&B (food and beverages).

Untuk mengantisipasi penjualan yang terjun bebas, Hendra berinisiatif membuka toko online di Tokopedia. Awalnya terasa sulit karena toko dia belum dikenal luas oleh konsumen.

“Namun pelan-pelan saya mencoba membuka inovasi dengan fitur-fitur yang tersedia di Tokopedia, agar produk lebih dikenal luas oleh publik. Sejak saat itu penjualan meningkat hingga sekarang,” ujar Hendra.

Agar pelaku UMKM tak terpuruk, kata dia, lokapasar (marketplace) bisa jadi jalan keluar kala pandemi. Meski diterpa pandemi, saat ini dia masih bisa bertahan dan mengelola 10 cabang dan mengalami peningkatan omzet.  

“Harusnya di era pandemi ini kita mudah bangkit karena marketplace bisa mendorong penjualan lebih banyak dan bisa menjangkau kemana-mana,” jelas Hendra. 

Sementara Regional Growth Expansion Senior Lead Tokopedia Ivander Wijaya mengatakan pihaknya memiliki inisiatif Hyperlocal, yaitu cerminan dari komitmen Tokopedia untuk mewujudkan pemerataan ekonomi secara digital.

“Tokopedia menyadari bahwa untuk mencapai misi mendorong pemerataan ekonomi, UMKM lokal memainkan peran penting dalam menggerakkan ekonomi daerah. Untuk itu, lewat inisiatif Hyperlocal, kami secara rutin mengadakan berbagai pelatihan dan pendampingan erat kepada UMKM di daerah-daerah lewat webinar dan gathering online, yang menjadi wadah untuk saling bertukar informasi,” ujar Ivander. 

“Hal itu kami lakukan karena ketika kami cek, salah satu kendala yang dialami UMKM ketika masuk ke platform digital adalah kurang memaksimalkan fitur-fitur dan akses yang sebenarnya sudah tersedia. Padahal UMKM dapat memanfaatkan fitur-fitur tersebut, UMKM bisa cek harga yang kompetitif, serta harga barang di kategori mereka,” tambahnya. 

Salah satu program di bawah inisiatif Hyperlocal ini adalah ‘Kumpulan Toko Pilihan (KTP)’. Program ini bertujuan untuk mempermudah masyarakat mendapatkan berbagai produk dari penjual yang ada di kota setempat.

“Kami ingin pengalaman berbelanja yang dirasakan di kota-kota besar dirasakan juga oleh para pembeli di luar Jabodetabek, khususnya produk harian. Ini juga sekaligus membantu penjual di kota tersebut karena kami memberikan eksposur kepada mereka,” tambah Ivander.

Menurut Ivander, berdasarkan riset LPEM FEB UI, 7 dari 10 penjual di Tokopedia mengalami kenaikan volume penjualan sebesar 133%. 

Renaldy Purnomo percaya transformasi digital akan amat bermanfaat bagi iklim usaha dan investasi di Tanah Air. Terkait ini, pemerintah menargetkan pada 2023 sebanyak 30 juta UMKM masuk dalam ekosistem digital. Untuk itu, pemerintah mengkampanyekan ‘Go Digital’ bagi UMKM sebagai salah satu upaya percepatan PEN.

“Kerja sama dengan e-commerce ternama dilakukan sebagai salah satu strategi untuk menyerap produk UMKM dan memperluas target merchant UMKM pengguna QRIS (QR Code Indonesia) hingga 12 juta merchant pada 2021," kata Renaldy.