Dilema Kebijakan Keringanan Pajak di Malang

Dilema Kebijakan Keringanan Pajak di Malang Kantor Badan Pelayanan Pajak Kota Malang/Foto: Pipit Angraeni.

MALANG-Banyaknya waga Kota Malang, Jawa Timur, yang mengajukan keringanan pembayaran pajak dinilai tidak selaras dengan semangat peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) oleh Pemkot Malang.

"Kami berharap masyarakat bisa lebih bijak dalam mengajukan permohonan keringanan pajak daerah. Jadi tidak semua WP bisa serta merta mengajukan keringanan," kata Kepala Badan Pelayanan Pajak Daerah (BP2D) Kota Malang, Ade Herawanto di Malang, Minggu (04/08).

Hal ini, lanjut Ade, ke depannya akan berpengaruh negatif bagi pembangunan Kota Malang, dan berimplikasi pada kesejahteraan warga. 

Data BP2D menyebutkan sekitar 500 wajib pajak (WP) di Kota Malang mengajukan keringanan pembayaran baik untuk pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB) maupun pajak-pajak lainnya.

Dari catatan, sejak awal Januari hingga akhir Juli 2019, lebih dari 500 berkas pengajuan pengurangan dan keringanan yang menumpuk di meja Kepala BP2D 

"Tentu saja ini situasi yang ironis. Di saat kami harus mampu mencapai target yang sedemikian tinggi sekitar Rp500 miliar pada tahun ini, tetapi semakin banyak masyarakat (WP) yang mengajukan permohonan keringanan untuk berbagai pembayaran pajak daerah," kata Ade.

Rincian WP yang mengajukan keringanan dan pengurangan pajak tersebut, 434 WP mengajukan permohonan pengurangan PBB, 32 dari Pajak Reklame, 14 Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), 10 Pajak Hiburan dan masih banyak lagi pengajuan restitusi.

Ade menerangkan, mekanisme pemberian pengurangan memang tidak menyalahi aturan. Prosedurnya bahkan tertuang dalam aturan baku, misalnya khusus untuk pajak tanah yaitu PBB diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Peraturan Walikota (Perwal) Nomor 15 Tahun 2013.

"Untuk semua persetujuan terhadap keringanan pajak adalah kewenangan dari wali kota, namun khusus untuk pengurangan PBB sudah ada pendelegasian kewenangan kepada kami sesuai peraturan yang berlaku," ujar Ade.

Pemberian keringanan tersebut, lanjutnya, mensyaratkan berbagai kriteria dan ketentuan adminsitrasi serta verifikasi di lapangan, seperti Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari RT/RW dan kelurahan-kecamatan tempat tinggal wajib pajak.

"Namun tentunya kegiatan verifikasi lapangan tersebut akan sangat banyak menguras energi dan konsentrasi petugas pajak dalam rangka pelayanan dan pemungutan pajak sehari-hari," tutupnya. (Ant)