Stafsus Menag Kecipratan Rp50 Juta dari Muafaq

Stafsus Menag Kecipratan Rp50 Juta dari Muafaq Terdakwa kasus suap jual beli jabatan di lingkungan Kemenag, Muafaq Wirahadi di Gedung KPK/Foto: Antara.

JAKARTA-Staf Khusus Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Gugus Joko Waskito, diduga ikut kecipratan uang suap dari eks Kepala Kantor Kementrian Agama (Kemenag) Kabupaten Gresik Muhamad Muafaq Wirahadi.

Terdakwa kasus suap jual beli jabatan di lingkungan Kemenag itu mengaku memberikan uang kepada Gugus saat berada di Mojokerto, Jawa Timur.

"Saya serahkan uang sebesar Rp50 juta," kata Muafaq dalam sidang lanjutan kasus suap pengisian jabatan Kemenag Jawa Timur dengan terdakwa Muafaq Wirahadi dan Haris Hasanuddin di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (10/7).

Pengakuan Muafaq berawal saat tim Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menanyakan awal mula perkenalan Gugus dengan terdakwa Muafaq. Namun, saat ditanyai hal tersebut, Gugus selalu berdalih tidak mengingatnya.

"Saya kenal muka beliau (Muafaq) itu saat saya mendampingi Pak Menteri (Lukman) atau saat saya sedang menjadi narasumber di Jawa Timur. Cuma tepatnya kapan saya enggak ingat," ucap Gugus.

Majelis Hakim pun memberikan kesempatan kepada Muafaq untuk memberikan tanggapannya. Muafaq mengaku dirinya pertama kali bertemu dengan Gugus di salah satu mall di kawasan Jakarta, sekitar September 2017. Dalam pertemuan tersebut, Muafaq bertukar nomor telepon dengan Gugus.

Selanjutnya, terdakwa Muafaq mengungkapkan bahwa dirinya pernah memberikan sejumlah uang kepada Gugus. Mulanya, eks Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik itu mengaku pernah mendapat pesan WhatsApp dari saksi Gugus.

"Pada saat akhir Januari atau awal Februari 2019, saudara saksi  Gugus Joko Waskito me-whatsapp saya, bahwa posisi sedang ada di Trawas, Mojokerto. Kemudian, malam harinya saya bertemu dengan saudara saksi di salah satu hotel. Di sana sudah ada teman-teman kepala kantor dan jajaran lainnya. Pada saat itu kita bincang-bincang biasa," kata Muafaq menuturkan.

Saat hendak bergegas pamit, Gugus dan Muafaq menuju salah satu kamar di hotel tersebut. Kepada Gugus, Muafaq menyampaikan ucapan terima kasih karena membantunya mengupayakan Muafaq menjabat sebagai Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik.

"Di dalam kamar hotel itu saya ucapkan terima kasih atas bantuannya, dan saya serahkan uang sebesar Rp50 juta. Uang itu saya bungkus dengan keresek hitam. Saya berikan kepada saudara saksi (Gugus) lalu saudara saksi ucapkan "sama-sama". Lalu setelah itu saya pulang," katanya menjelaskan.

Menurut Muafaq, pemberian uang dilakukan karena Gugus berpedan dalam mengupayakan dirinya menjabat sebagai Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik.

"Gugus menyatakan kepada saya bahwa untuk eselon tiga itu yang mengusulkan adalah kewenangan Kakanwil Jatim saat itu. Saat itu, dia ingin mengusulkan saya. Saya enggak tahu apa itu diusulkan, saya enggak tahu," ujarnya.

Majelis Hakim menilai pernyataan Muafaq menjadi keterangan tambahan dalam mengungkap kasus tersebut. Majelis Hakim pun mengonfirmasi kepada Gugus ihwal pemberian uang tersebut. Namun, Gugus menampik keterangan Muafaq.

"Enggak ada, karena saya enggak ngambil kamar hotel di Trawas. Karena saya menginap di rumah ibu saya yang tidak jauh dengan Trawas," kata Gugus.

Namun Muafaq bersikeras dengan pernyataan sebelumnya. Dia meyakinkan Majelis Hakim bahwa Gugus telah menerima sejumlah uang darinya. 

"Kalau menginap di hotel atau dirumah ibunya saya enggak tahu. Tetapi pada saat menjelang saya pulang, saya berdua masuk kedalam ke kamar hotel dan saya memberikan uang itu," ujar Muafaq.

Dalam kasus ini, Muhamad Muafaq Wirahadi didakwa menyuap mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy senilai Rp91,4 juta. Suap dilakukan untuk memuluskan proses pengisian jabatan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gresik.

Atas perbuatannya, Muafaq didakwa melanggar pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (Alinea)