Ahli Pertanian dan Mendagri: Kebun Pangan Perempuan Bisa Tekan Inflasi

Mendagri Tito menekankan pentingnya .kolaborasi lintas instansi untuk memastikan ketersediaan pangan lokal yang lebih merata
Penulis: Tim copywriter - Jumat, 5 Desember 2025
Mendagri Tito Karnavian. Foto istimewa
Mendagri Tito Karnavian. Foto istimewa

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian bersama Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Wamen PPPA), Veronica Tan, mendorong pengembangan program Kebun Pangan Perempuan. Program ini diarahkan untuk memperkuat kontribusi perempuan dalam pemenuhan pangan keluarga sekaligus mendukung program prioritas pemerintah.

Selain penguatan peran perempuan, Kebun Pangan Perempuan juga diproyeksikan menjadi salah satu skenario pengendalian inflasi, khususnya dari komponen harga bahan pangan. Mendagri Tito menekankan pentingnya kolaborasi lintas instansi untuk memastikan ketersediaan pangan lokal yang lebih merata, mengingat fluktuasi harga kebutuhan dapur, seperti cabai, bawang merah, hingga bawang putih kerap memicu inflasi daerah. Padahal, sejumlah komoditas tersebut dapat diproduksi di berbagai wilayah Indonesia.

Keberadaan Kebun Pangan Perempuan diharapkan dapat membantu memenuhi ketersediaan bahan pangan yang sering menjadi pemicu inflasi.

Tito menilai peran perempuan sangat strategis dalam menjaga ketahanan pangan, terutama melalui pengelolaan lahan pekarangan dan kebun komunitas.

“Saya melihat ini sebagai salah satu solusi,” tutur Tito, Jakarta, Kamis (5/12/2025).

Dosen Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman, Donny Dhonanto, menilai gagasan Kebun Pangan Perempuan merupakan langkah tepat dan strategis untuk memperkuat ketahanan pangan keluarga, ekonomi lokal maupun kontribusi terhadap stabilitas harga pangan. 

“Terlebih di tengah gejolak harga bahan pokok dan inflasi yang kadang dipicu rantai distribusi panjang atau fluktuasi pasokan,” ujar Donny saat dihubungi Jumat (5/12/2025).

Meski demikian, Donny memberi catatan ada sejumlah tantangan untuk mewujudkan Kebun Pangan Perempuan berbasis masyarakat. Efektivitasnya sangat bergantung pada berbagai faktor seperti infrastruktur, kebijakan pendukung, pendampingan, hingga komitmen komunitas. Tanpa pendekatan komprehensif, program ini berisiko hanya menjadi simbolik dan tidak berkembang menjadi gerakan berkelanjutan.

“Tidak semua keluarga memiliki lahan, air, atau waktu untuk menanam. Contohnya warga rumah susun atau permukiman padat yang tidak memiliki ruang untuk berkebun. Belum lagi soal pengetahuan bercocok tanam, pemilihan benih, perawatan hingga manajemen panen dan pascapanennya,” kata Donny.

Ia menambahkan, perlu gerakan pertanian secara berkelanjutan dan tak cukup hanya dengan menyediakan bibit atau meminta masyarakat menanam. Dibutuhkan perubahan perilaku dan budaya merawat tanaman, yang membutuhkan waktu, kesabaran, dan konsistensi.

“Bagi keluarga yang sangat bergantung pada pasar dan penghasilan harian, menunggu hasil panen bisa sulit karena bukan fast money,” ujarnya.

Meski melihat sejumlah tantangan, Donny mendorong agar program ini dijalankan dengan pendekatan bertahap, tidak langsung dalam skala nasional. Dimulai dari lingkup kecil seperti RT/RW atau desa. Kemudian yang paling penting adalah konsistensi dan pendampingan agar Kebun Pangan Perempuan dapat tumbuh sebagai gerakan nyata.

Editor:

Tim Copywriter untuk website daerah Alinea Tek Nusantara

Scroll