Nasib Sastra Jawa di Tengah Gempuran Teknologi Digital

Nasib Sastra Jawa di Tengah Gempuran Teknologi Digital Buku sastra lama (Pixabay).

SURABAYA-Perkembangan Sastra Jawa dinilai akan terus bertahan di tengah pesatnya perkembangan teknologi digital, meski dengan peminat generasi muda alias milenial yang sedikit.

"Peminat sastra bahasa Jawa sejak saya masih remaja dulu juga tergolong minoritas, meski belum ada penelitian tentang itu, saya kira peminat Sastra Jawa dari dulu memang sedikit," kata Sastrawan Jawa, Trinil S Setyowati di Surabaya, Sabtu (28/12).

Dosen di Universitas Negeri Surabaya mengatakan minat baca terhadap berbahasa Jawa memang rendah.

"Itu ada benarnya karena minat baca karya sastra yang berbahasa Indonesia saja dari dulu rendah, apalagi sastra berbahasa Jawa," ucap perempuan kelahiran Surabaya, 27 Juli 1965 itu.

Trinil teringat masa kecilnya yang sering menonton pertunjukan wayang dan ludruk, saat itu mendominasi dunia hiburan di Tanah Jawa.

"Saya suka dengan simbol-simbol dalam pertunjukan wayang dan ludruk. Pitutur Jawa dari pertunjukan-pertunjukan itu terdengar lembut dan indah. Itu mendorong saya untuk menulis puisi-puisi berbahasa Jawa," ungkapnya.

Dia mengungkapkan, ada sejumlah media berbahasa Jawa, seperti Majalah Jaya Baya dan Penjebar Semangat yang menampung ide-ide karya puisi atau tulisan-tulisan untuk diterbitkan yang dikirim oleh generasi muda di eranya.

Sejumlah media berbahasa Jawa tersebut mendorong terjadinya regenerasi, yang terus melahirkan sastrawan Jawa hingga era 1990-an.

Sekarang era telah berganti. Majalah Jaya Baya dan Penjebar Semangat, meski sampai sekarang masih terbit, telah menjadi media konvensional, karena semakin tergerus oleh pesatnya perkembangan teknologi yang melahirkan media digitial, yang sangat digandrungi oleh generasi milenial.

Bagi Trinil, pesatnya perkembangan teknologi yang menghadirkan media digital justru tidak masalah.

"Itu justru bisa menjadi jalan untuk mengenalkan Sastra Jawa kepada generasi muda," katanya.

Tinggal sekarang, sambung Trinil, butuh orang-orang yang peduli untuk menjadi penggerak mengenalkan sastra Jawa lewat media sosial seperti Youtube, Facebook, Twitter dan lain sebagainya.

"Lewat media-media digital itu kita dorong generasi muda sekarang untuk mencintai bahasanya sendiri, menjadi tuan rumah di daerahnya sendiri. Tidak ikut-ikutan pakai bahasa 'elu-elu guwe-guwe', karena kita orang Jawa Timur. Itu bisa terus diupayakan lewat media sosial," tutupnya. (Ant)