Riwayat dan Realitas Jalan Tol: Era Soeharto hingga Jokowi

Riwayat dan Realitas Jalan Tol: Era Soeharto hingga Jokowi Presiden kedua RI Soeharto/Foto: Ist

Oleh: Suhendra Ratu Prawiranegara

Pengertian jalan tol secara sederhana adalah jalan bebas hambatan (freeway) yang berbayar, atau memiliki tarif tertentu sesuai peraturan perundangan yang ditetapkan oleh pemerintah.

Demikianlah pengertian sederhana dari jalan tol yang terdapat di Indonesia, meskipun tidak semua jalan bebas hambatan (freeway) merupakan jalan tol, seperti terdapat di negara-negara lain diantaranya Amerika Serikat, Jerman dan Arab Saudi.

Yang membedakannya adalah bahwa jalan tol merupakan jalan berbayar atau memiliki tarif tertentu yang dikenakan secara langsung kepada pengguna jalan tol.

Tol pertama kali

Indonesia berhasil membangun jalan tol pertama kali adalah ruas Jakarta-Bogor (Jagorawi). Jalan tol ini dimulai pembangunannya sejak tahun 1973, dan dioperasikan penggunaannya sebagai jalan tol sejak tahun 1978. Jalan Tol Jagorawi sepanjang 59 km ini merupakan cikal bakal jalan tol yang terdapat di Indonesia.

Pemerintah kala itu memberikan pengelolaan Jalan Tol Jagorawi tersebut kepada PT. Jasa Marga. Yang pada akhirnya tanggung jawab dan konsesi Jalan Tol Jagorawi berada dalam pengelolaan atau manajemen oleh Jasa Marga.

Selanjutnya PT. Jasa Marga diberikan tanggung jawab oleh pemerintah untuk membangun dan mengelola jalan tol di Indonesia. Sejak tahun 1987, pemerintah memberikan kesempatan kepada pihak swasta untuk membangun dan mengelola jalan tol bekerjasama dengan PT. Jasa Marga. 

Pemerintahan Soeharto

Sejak kurun waktu 1995-1997, pemerintahan Soeharto, melakukan upaya percepatan pembangunan jalan tol 19 ruas sepanjang 762 km yang di dalamnya terdapat ruas Trans Jawa. 

Pemerintah kala itu akhirnya menunda pembangunan 19 ruas jalan tol ini dikarenakan pada medio Juli 1997 Indonesia terkena dampak krisis moneter. dengan ditandai penerbitan Keputusan Presiden No. 39/1997 dimana salah satu klausul dalam Keppres tersebut menyebutkan untuk menunda proyek-proyek yang belum berjalan pelaksanaanya sampai dengan kondisi ekonomi negara pulih kembali.

Implikasi dari penundaan proyek-proyek pembangunan tol menjadi stagnasi dalam kurun waktu hampir lima tahun. Praktis pembangunan tol akibat dampak krisis moneter tersebut hanya terbangun sepanjang 13,30 km, dalam periode waktu 1997-2001. 

Upaya percepatan pembangunan infrastruktur jalan tol digiatkan kembali melalui Keputusan Presiden No.7/1998 tentang Kerjasama Pemerintah dan Swasta dalam penyediaan infrastruktur.

Selanjutnya pemerintah berupaya kembali menerbitkan Keputusan Presiden No. 15/2002, yang memberi ruang untuk mengevaluasi proyek-proyek infrastruktur jalan tol yang tertunda pada waktu lalu. Pada akhirnya sampai dengan tahun 2004 terbangun kembali jalan tol sepanjang 41,80 km (sumber BPJT Kementerian PUPR). 

Fase geliat pembangunan jalan tol

Pada masa jelang berakhir pemerintahan Megawati, Undang-Undang No. 38/2004 tentang Jalan disahkan. Selanjutnya turunan Undang-Undang tersebut adalah terbitnya Peraturan Pemerintah No. 15/2005 tentang Jalan Tol, yang dirilis pada masa pemerintahan SBY.

Kedua produk peraturan perundangan ini merupakan fundamen geliat pembangunan jalan tol sampai saat ini yang mana dalam peraturan perundangan tersebut mengamanatkan pembentukan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) sebagai regulator jalan tol di Indonesia, yg menggantikan kedudukan dan fungsi PT. Jasa Marga Tbk sebagai regulator jalan tol. Pada tahun 2005 terbentuklah BPJT.

Hal ini menandai geliat pembangunan infrastruktur jalan tol, setelah mengalami proses stagnasi yang diakibatkan krisis moneter tahun 1997. 

Tol Trans Jawa

Pada periode pertama Pemerintahan SBY, merespon dengan menerbitkan Peraturan Presiden No. 36/2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Selanjutnyanya Perpres ini disempurnakan kembali dengan diterbitkannya Perpres No. 65/2006. Seperti diketahui, bottleneck dan handicap pembangunan infrastruktur di Indonesia adalah kendala dalam pembebasan lahan, utamanya adalah untuk pembangunan jalan tol. 

Jalan Tol Trans Jawa merupakan prioritas utama Presiden SBY pada periode pertama pemerintahannya. Pembangunan Tol Trans Jawa ini pada fase finalnya akan menghubungkan Merak hingga Banyuwangi. 

Selanjutnya pada tahun 2011, pemerintah fokus membangun 24 ruas Tol Trans Jawa. Diantaranya adalah ruas Tol Cipali sepanjang 116,75 km dan Ruas Tol Semarang-Solo seksi I, II, III sepanjang 40, 4 km (sumber  BPJT Kementerian PUPR).

Pada masa itu ditargetkan pembangunan Jalan Tol Jakarta-Surabaya dapat terselesaikan, namun dikarenakan terjadinya kendala dalam proses pembebasan lahan maka target tersebut hingga tahun 2015 belum tercapai untuk menyambungkan Jakarta-Surabaya melalui Tol Trans Jawa.

Perkembangan pembebasan lahan untuk Tol Trans Jawa sampai dengan Mei 2013 baru mencapai 55,73 persen lahan yang sudah bebas. Tentu hal ini menjadi kendala utama dalam penyelesaian pembangunan jalan Tol Trans Jawa. Selanjutnya etafe penyelesaian pembangunan Jalan Tol Trans Jawa ini dilanjutkan pada pemerintahan Joko Widodo. 

Tol era Jokowi

Jelang berakhirnya era pemerintahannya, SBY menerbitkan Peraturan Presiden No. 100/ 2014 tentang Percepatan Pembangunan Jalan Tol di Sumatera.

Perpres ini merupakan warisan SBY kepada Joko Widodo untuk melaksanakan Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera. Jadi dapat dikatakan bahwa Jalan Tol Trans Sumatera inilah merupakan jalan tol yang awal mulanya untuk pertama kali dibangun oleh pemerintahan Joko Widodo. Jalan tol yang membentang dari Provinsi Lampung hingga Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) sepanjang lebih kurang 2000 km.

Namun dalam faktanya, ruas yang menjadi prioritas adalah ruas Lampung-Palembang sepanjang 460 km, lagi-lagi mengalami kemunduran dalam target penyelesaian konstruksinya. Sedianya ruas tol ini diperuntukkan untuk mendukung gelaran Asian Games Jakarta-Palembang, namun target tersebut meleset dari perencanaan dan harapan, dikarenakan terjadi kendala dalam pembebasan lahan untuk jalan tol. 

Merujuk pada sumber data Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR, target Renstra (Rencana Strategis) untuk membangun jalan bebas hambatan (jalan tol) adalah sepanjang 1000 km. Renstra tersebut direncanakan dalam periodesasi 2014-2019. Berdasar data tersebut capaian pembangunan jalan tol masih di kisaran 350 km hingga saat ini (Dalam Nota Keuangan RAPBN 2019, pada bulan Agustus 2018).

Sudah sepatutnya dengan telah tersedianya produk peraturan perundangan yang mendukung percepatan pembangunan jalan tol, termasuk ketersediaan  penyertaan APBN dengan skema PMN (Penyertaan Modal Negara) yang cukup besar kepada BUMN dalam triliunan rupiah, yang didalamnya memberikan peluang, kemudahan dan keleluasaan dalam percepatan pembangunan tol tersebut.

Sudah selayaknya juga target dalam renstra tersebut tercapai pada masa pemerintahan Joko Widodo sejak tahun 2014 hingga tahun 2019 yang akan datang. 

*Penulis adalah Pemerhati Infrastruktur Publik, Staf Khusus Menteri PU (2005-2009) dan Staf Khusus Menteri PUPR (sd-2018).