Sebagai lembaga perencana nasional, Kementerian PPN/Bappenas memegang peran strategis dalam mendorong pemanfaatan data sosial ekonomi dan aplikasi analitik sebagai fondasi penyusunan kebijakan publik berbasis bukti (evidence-based policy).
Salah satu instrumen utama yang diperkuat adalah mekanisme berbagi pakai data sesuai prinsip Satu Data Indonesia, yang terintegrasi dengan Sistem Perencanaan Kolaboratif dan Analisis Terpadu (SEPAKAT). Melalui pemanfaatan data sosial ekonomi terstandar dan fitur analitik dalam SEPAKAT, pemerintah pusat dan daerah dapat memperoleh gambaran yang lebih komprehensif mengenai kondisi masyarakat, kesenjangan layanan dasar, serta prioritas intervensi pembangunan.
Untuk memperluas pemahaman dan meningkatkan kapasitas pemanfaatan data, Kementerian PPN/Bappenas menyelenggarakan kegiatan “Diseminasi Optimalisasi Satu Data untuk Mendukung Perencanaan dan Penyediaan Layanan Dasar Berbasis Bukti” di Jakarta, Kamis (18/12). Kegiatan ini menjadi momentum penting dalam mendorong integrasi data nasional serta memperkuat kemampuan pemerintah daerah dalam menyusun perencanaan pembangunan berbasis data.
Deputi Bidang Ekonomi dan Transformasi Digital Bappenas, Vivi Yulaswati menegaskan, tantangan utama tata kelola data saat ini tidak hanya berkaitan dengan akurasi, kelengkapan, dan ketepatan waktu, tetapi juga relevansi data terhadap kebutuhan pengambilan keputusan.
“Selama ini kita sering mengeluhkan data yang tidak akurat, tidak valid, atau tidak tepat waktu. Bahkan ketika data tersedia, sering kali sudah tidak relevan dengan kebutuhan pengambilan keputusan,” ujar Vivi.
Ia menambahkan, ketidakkonsistenan data antarkementerian dan lembaga, keterbatasan akses, serta lemahnya integrasi data spasial membuat proses perencanaan menjadi kurang efektif dan menyulitkan pencapaian target pembangunan.
Menurut Vivi, di era digital, data merupakan aset strategis bernilai tinggi (new currency). Pemerintah perlu mengubah pola pikir, meningkatkan kapasitas sumber daya manusia, serta mengintegrasikan pemanfaatan data di berbagai sektor pembangunan.
“Kebijakan pembangunan berbasis data dan bukti terus didorong oleh Bappenas. Ke depan, data tidak hanya berupa statistik, tetapi juga mencakup data citra satelit, data genom, dan berbagai sumber data baru yang dapat menjadi katalis pencapaian target pembangunan,” jelasnya.
Kebijakan Satu Data Indonesia bertujuan menyediakan data yang memenuhi standar nasional, dilengkapi metadata dan kode referensi, serta dapat dibagipakaikan sesuai hak akses. Kebijakan ini juga mendorong tata kelola data yang interoperable agar aplikasi dan kebijakan pemerintah saling terintegrasi.
Implementasinya antara lain melalui penggunaan basis data terpadu untuk penyaluran bantuan sosial, penetapan produsen data tunggal, serta peningkatan efisiensi program pemerintah dengan mengurangi duplikasi pendataan dan aplikasi.
Vivi juga menyoroti Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) yang lahir dari proses panjang pendataan Regsosek. Dengan parameter sosial dan ekonomi yang lebih komprehensif, DTSEN kini menjadi rujukan penting tidak hanya untuk pengentasan kemiskinan, tetapi juga untuk perencanaan sektor lain seperti perumahan, sanitasi, dan pemberdayaan UMKM, dengan tetap memperhatikan perlindungan data pribadi.
Dukungan terhadap penguatan tata kelola data pembangunan ini juga datang dari Pemerintah Australia melalui program kemitraan Indonesia–Australia, SKALA (Sinergi dan Kolaborasi untuk Akselerasi Layanan Dasar).
Astrid Kartika, Unit Leader of Decentralized and Governance dari Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Australia, menegaskan bahwa penguatan sistem data terintegrasi merupakan fondasi utama untuk memastikan layanan dasar yang inklusif dan berkeadilan.
“Pemerintah Australia berkomitmen mendukung Indonesia dalam membangun tata kelola data yang kuat dan terintegrasi, sehingga pemerintah dapat melihat kondisi masyarakat secara lebih presisi hingga ke tingkat wilayah dan kelompok rentan,” ujar Astrid.
Menurutnya, data yang akurat dan terintegrasi menjadi kunci dalam mengidentifikasi kesenjangan layanan dasar, menentukan prioritas intervensi, serta memastikan kebijakan dan alokasi anggaran benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat, terutama dalam konteks desentralisasi.
Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Kependudukan, dan Ketenagakerjaan (PMKK) Bappenas, Maliki, menegaskan bahwa data harus menjadi fondasi utama dalam perencanaan pembangunan, baik perencanaan berbasis wilayah maupun perencanaan berbasis pemangku kepentingan.
Salah satu tantangan utama adalah bagaimana mengintegrasikan data lintas sektor untuk mengurangi fragmentasi pelaksanaan program pemerintah. Dalam konteks ini, data tunggal analisis sosial ekonomi menjadi kunci, termasuk dalam penyaluran bantuan sosial yang saat ini tengah diuji coba di beberapa daerah, salah satunya Kabupaten Banyuwangi.
Maliki juga menekankan bahwa integrasi data membuka ruang analisis yang lebih luas dalam penyediaan layanan dasar, termasuk analisis risiko perubahan iklim. Misalnya, analisis kenaikan muka air laut yang berdampak pada kondisi sosial ekonomi masyarakat, dengan mengombinasikan data kependudukan, tingkat kesejahteraan, fasilitas layanan dasar, kondisi wilayah, serta proyeksi kenaikan muka air laut dengan berbagai skenario.
“Transformasi tata kelola data menjadi pendekatan strategis untuk memenuhi dan memperluas akses layanan dasar sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM). Ini membutuhkan birokrasi yang lincah, adaptif, dan berbasis bukti,” tegas Maliki.
Aplikasi SEPAKAT dirancang untuk menyediakan analisis komprehensif berbasis data spasial, makro, hingga mikro, sehingga mendukung penyusunan kebijakan dan penganggaran yang lebih adil dan tepat sasaran hingga tingkat keluarga dan individu.
Kegiatan diseminasi ini dilaksanakan secara hibrida dan dihadiri oleh perwakilan kementerian dan lembaga serta Kepala Bappeda provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Melalui sinergi pusat dan daerah, pemerintah berharap mekanisme berbagi pakai data serta pemanfaatan aplikasi analitik seperti SEPAKAT semakin menguat, sehingga dokumen perencanaan daerah menjadi lebih berkualitas, konsisten, dan berdampak nyata pada peningkatan layanan dasar masyarakat.