KH Ma'ruf Ucapkan Selamat Natal, MUI: Belum Ada Fatwa

KH Ma'ruf Ucapkan Selamat Natal, MUI: Belum Ada Fatwa KH Ma'ruf Amin, cawapres no 01 yang juga Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Jakarta - Kontroversi ucapan selamat Natal kembali mengemuka di ruang publik, terutama setelah KH Ma'ruf Amin sebagai cawapres pada Pemilu 2019 yang juga adalah Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyampaikan ucapan selamat Natal melalui Video  yang beredar di media soal.

Terkait hal itu, Sekjen MUI Anwar Abbas mengakui hingga saat ini belum pernah mengeluarkan fatwa tentang boleh dan atau tidak bolehnya umat Islam menyampaikan ucapan selamat Natal kepada yang merayakannya. 

"Jadi dengan demikian jelaslah bahwa sampai saat ini soal ucapan selamat Natal terhadap yang merayakannya belum pernah dibahas secara mendalam oleh MUI dan oleh karena itu sampai saat ini, MUI belum pernah memiliki fatwa tentang masalah tersebut," kata Anwar Abbas, di Jakarta, Selasa (25/12).

"Yang sudah ada fatwanya yaitu tentang perayaan Natal bersama yang dikeluarkan oleh Komisi Fatwa sejak 1981," imbuh Anwar.

Dia menjelaskan, fatwa tersebut antara lain memutuskan bahwa perayaan Natal di Indonesia  meskipun  tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa AS akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan dalam penjelasan ayat-ayat Al-Quran dan hadis yang menjadi dasar fatwa.

Selain itu, katanya, pada 2016 MUI juga mengeluarkan fatwa tentang hukum menggunakan atribut keagamaan non-Muslim yang ditandatangani oleh Pro fDr H Hasanuddin AF dan Dr Asrorun Ni'am Sholeh, MA, masing-masing sebagai Ketua dan Sekretaris Komisi Fatwa MUI. 

Dalam fatwa tersebut dikatakan bahwa menggunakan atribut keagamaan non-Muslim adalah haram. Mengajak dan/atau memerintahkan penggunaan atribut keagamaan non-Muslim adalah haram.

Di dalam fatwa tersebut MUI juga menyampaikan beberapa rekomendasi, di antaranya adalah umat Islam agar saling menghormati keyakinan dan kepercayaan setiap agama. 

Salah satu wujud toleransi adalah menghargai kebebasan non-Muslim dalam menjalankan ibadahnya bukan dengan saling mengakui kebenaran teologis, tambah Anwar.

Tetapi meskipun demikian  MUI tahu dan menyadari bahwa dalam masalah tersebut ada perbedaan dan pertentangan pendapat di antara para ulama. Dalam menghadapi perbedaan dan pertentangan  pendapat tersebut MUI belum belum mengambil sikap.