Bahaya Politisasi Agama: Pecah Persatuan, Hancurkan Peradaban

Bahaya Politisasi Agama: Pecah Persatuan, Hancurkan Peradaban Diskusi bertema “Pilpres dan Politisasi Simbol Agama” di Cikini, Jakarta Pusat Kamis (04/04). Dari kiri ke kanan (Moderator Syukri Rahmatullah, Sekjen Pemuda Muhammadiyah Dzul Fikar Ahmad, Anggota BPIP Romo Benny Susetyo, Ketua Lakpesdam PBNU Rumadi Ahmad, Pengamat Politik Ujang Komarudin).

Jakarta-Politisasi agama dinilai berbahaya karena ketika agama hanya menjadi saluran aspirasi untuk kepentingan kekuasaan, maka yang terjadi adalah politik pembelahan yang memecah persatuan dan menghancurkan peradaban.

"Sekarang terjadi politik pembelahan, sehingga secara ideologis terjadi pemecehan. Sekarang antar pertemanan jadi konflik gara-gara agama digunakan sebagai alat politik. Ini berbahaya," kata Kata Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Romo Benny Susetyo dalam diskusi bertema “Pilpres dan Politisasi Simbol Agama”, di Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (04/04).

Menurutnya, pembelahan warga negara melalui politisasi agama bisa dicegah melalui media massa dengan mendidik masyarakat.

"Jangan diberi ruang politisasi simbol agama. Berani tidak media massa tidak ekspos isu agama. Kemudian harus ada literasi media, terutama medsos. Sekarang orang tanpa data bisa menuduh orang lain. Agama itu urusan personal, urusannya dengan tuhan, tidak ada urusan dengan politik," tegas Romo Benny.

Untuk itu, sambung romo, media massa harus jadi tempat pertarungan ide gagasan, bukan untuk merusak karakter personal. 

"Bagaimana kita keluar dari situasi yang tidak nyaman ini, hanya mungkin kalau media massa melakukan pertaubatan. Berani tidak media massa tidak ekspos berita yang menggunakan agama. Media massa harus jadi komunitas pemutus kata yang kritis," ucapnya. 

"Ketika agama menjadi aspirasi untuk kepentingan kekuasaan, maka agama dia jadi alat untuk menghancurkan peradaban," lanjutnya. 

Dia menjelaskan, sikap keberagamaan seseorang yang otentik justru akan menjadi inspirasi dalam tata kelola kehidupan.

"Semakin orang beragama, semakin tawadu, memilki kerendahan hati, bukan mengksploitasi agama," ucapnya.

Untuk itu, kata Romo Benny, KPU dan Bawaslu harus menindak tegas pihak-pihak yang menggunakan rumah ibadah sebagai alat politik.

"Ketegasan penting, karena selama KPU dan Bawaslu tidak tegas, maka kita akan menghancurkan masa depan kita yaitu sila ketiga persatuan." pungkasnya.

Agamaisasi politik

Hal senada disampaikan Ketua Lakpesdam PBNU, Rumadi Ahmad bahwa politisasi agama sering dipakai sebagai instrumen untuk mendapat kekuasaan politik.

"Ini akan beramplikasi pada agamanisasi politik. Yang akan dimunculkan dari proses itu adalah menjadikan pilihan politik seperti pilihan keagamaan. Politik seperti surga dan neraka, pahala dan dosa, jalan terang dan gelap. Politisasi agama dan agamanisasi politik dua hal yang sama buruknya," terangnya di lokasi diskusi yang sama.

Menurutnya, masalah dari politisasi agama adalah hilangnya agama dari aspek substansi.

"Agama hanya dilihat simbol-simbolnya. Itu yang sekarang terjadi di Indonesia. Politisasi agama akan jadi bahaya kalau agama dilucuti dari aspek substansinya, ajaran moral dilucuti, yang tersisa aspek simbolik dan emosi," ujarnya.

Ketika agama hanya jadi persoalan simbolik dan emosi, sambung dia, maka membuka ruang pertikaian sesama anak bangsa yang memecah belah persatuan.

"Dia lupa pada substansi agama. Kalau orang ingat dengan ajaran moral agama, tidak akan sulit memberikan pemahaman," terangnya.

Dia menambahkan, politisasi agama sudah sudah cenderung masuk tahap agamanisasi politik.

"Kalau orang terjatuh pada agamanisasi politik, maka pilihan orang pada capres A atau B bukan lagi urusan politik duniawi, tapi sudah jadi urusan surga dan neraka, jalan sesat atau terang," pungkasnya.