Langgar Perda, Begini Reklamasi Pantai Kenjeran Bermula

Langgar Perda, Begini Reklamasi Pantai Kenjeran Bermula Pantai Ria Kenjeran, Surabaya, Jawa Timur (twitter.com).

SURABAYA-Reklamasi alias pengurukan di kawasan Pantai Kenjeran, Kota Surabaya, Jawa Timur bermula dari inisiatif warga karena ingin mempunyai tempat pengeringan hasil tangkapan laut karena selama ini para nelayan menjemur hasil tangkapan laut berupa ikan di pinggir jalan.

Hal itu diungkapkan Ketua Komisi C DPRD Surabaya Baktiono di Surabaya, Rabu (27/11).

"Masyarakat nelayan ini sudah menyampaikan permintaannya ke Pemkot Surabaya, tapi malah dibangunkan sentra ikan Bulak yang tidak menjawab kebutuhan nelayan," ujarnya.

Namun, lanjut dia, seiring dengan berjalannya waktu reklamasi ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk membangun kawasan pemukiman.

Seorang warga kelurahan Sukolilo, Hanafi menuturkan kalau pengurukan itu sudah dilakukan sejak tahun 1990.

Menurutnya, warga mengistilahkannya dengan revitalisasi bukan reklamasi, karena ini adalah tanah milik nenek moyangnya yang tergerus air laut.

Pengurukan itu, kata Hanafi, atas inisiatif warga yang sudah disetujui oleh pihak RT, RW dan kelurahan saat itu.

"Setiap tanah yang diuruk juga sudah terbit SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) sekitar seratus jumlahnya. Tapi belum semua lahan sudah teruruk, baru sekitar 50 persen saja," ungkapnya.

Menurut Hanafi, warga memiliki nomor urut pengurukan, dan dibutuhkan sekitar 70 dumb truk sirtu (pasir dan batu) untuk menguruk lahan seluas 7 kali 12 meter persegi.

"Kalau soal jual beli itu bukan jual beli lahan, melainkan ganti biaya pengurukan," katanya.

Warga, kata Hanafi, selama ini tidak tahu kalau pengurukan itu melanggar aturan, karena tidak pernah mendapatkan sosialisasi.

Setelah mendapat peringatan dari Komisi C DPRD Surabaya untuk menghentikan pengurukan, Hanafi menjelaskan akan menyampaikannya ke warga.

"Terserah warga nantinya bagaimana," katanya.

BACA JUGA: Lahan Reklamasi Pantai Kenjeran Diduga Dijual Ratusan Juta

Komisi C DPRD menilai menilai reklamasi di kawasan itu melanggar Perda Provinsi Jatim Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pupau-pulau kecil Provinsi Jawa Timur Tahun 2018-2038.

"Dalam Perda 1/2018 disebutkan bahwa setiap kegiatan reklamasi harus seizin Gubernur Jatim yang mempunyai wewenang 12 mil dari bibir pantai," tutupnya. (Ant)