Dikriminalisasi, Petani di Malang Mengaku Kantongi Izin Jokowi

Dikriminalisasi, Petani di Malang Mengaku Kantongi Izin Jokowi Presiden Jokowi saat serahkan sertifikat tanah di lapangan Dukuh Salam, Slawi, Tegal, Jawa Tengah/Foto Dok. Setkab/Agung

JAKARTA-Polresta (Kepolisian Resor Kota) Malang, Jawa Timur Sriwoto (57), menetapkan seorang petani asal Tambakrejo, Sumbermanjing Wetan, Malang, sebagai tersangka dengan tuduhan berkebun tanpa izin di lahan milik Perum Perhutani Malang.

Padahal, pria asal Tambakrejo ini mengaku sudah mengantong izin perhutanan sosial dari Kementerian KLHK.

Bahkan, mengantongi surat izin pengelolaan kawasan hutan dalam skema perhutanan sosial yang diserahkan langsung Presiden Joko Widodo tahun 2018.

Menanggapi hal itu Wahana Lingkungan Hidup (Walhi Jatim) meminta pihak kepolisian membuka kembali peraturan perhutanan sosial.

"Kami Walhi Jatim meminta polisi untuk melihat aturan perhutanan sosial dan tidak asal melakukan kriminalisasi terhadap kelompok tani hutan yg telah mendapatkan izin perhutanan sosial," singkat Direktur WALHI Jatim, Rere Christianto dihubungi jatimpos.id dari Jakarta, Rabu (04/09).

Soal pendampingan dan advokasi terhadap Sriwoto, Walhi Jatim belum memastikan. Rere hanya mencontohkan kasus kriminalisasi terhadap seorang petani di Banyuwangi bernama Satumin tahun 2018.

"Saya belum tahu. Jika sudah ada pendampingnya selama ini tentu biarkan mereka bekerja. Pada kasus Pak Satumin di Banyuwangi, kami meminta KLHK untuk turun dan memberi penjelasan kepada penegak hukum. Pak Satumin kemudian diputus bebas," tutup Rere.

Sebagai informasi, Polresta Malang telah menetapkan Sriwoto tersangka yang diketahuinya dari surat pemanggilan yang dialamatkan ke rumahnya pada 29 Agustus 2019.

"Padahal saya sudah menerima surat izin perhutanan sosial dari Kementerian KLHK pada 5 Maret 2018, dan sudah saya tunjukkan juga ke kepolisian pada waktu itu yang mengenakan wajib lapor pada saya," ucap Sriwoto melansir tempo.co.

"Saya sudah menanam di hutan itu selama 14 tahun," sambungnya.

Sriwoto dan ratusan warga lainnya yang tergabung dalam Kelompok Tani Maju Mapan (Poktan) juga mengaku menerima surat izin legalitas perhutanan sosial dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan SK 944/MenLHK-PSKL/PKPS/PSL.O/3/2018.

Bahkan, Surat izin pengelolaan kawasan hutan dalam skema perhutanan sosial ini diserahkan langsung oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada 9 Maret 2018 di Tuban. 

Namun, aktivitas Sriwoto bersama Poktan tersebut dinilai ilegal oleh sejumlah orang yang mengaku dari Perum Perhutani.

Singkatnya, dia mendapat surat pemanggilan atas dugaan tindak pidana melakukan kegiatan perkebunan tanpa izin di dalam kawasan hutan.

Sriwoto dijerat dengan pasal 92 ayat (1) jo pasal 17 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Ia dituntut 3 hingga 5 tahun penjara dengan denda sebesar Rp 1-5 milyar.