Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) menyelenggarakan Studium Generale bertajuk "The Future of Cancer Therapy: BNCT and Cyclotron Innovations in Indonesia and Beyond", Selasa (17/6/2025), di Auditorium Lantai 9 Kampus B Unusa. Foto istimewa

Terapi Kanker Masa Depan BNCT dan Inovasi Cyclotron

Terapi Kanker Masa Depan BNCT dan Inovasi Cyclotron

Pengembangan BNCT diharapkan menjadi langkah strategis dalam memperluas akses masyarakat terhadap teknologi terapi kanker yang lebih aman dan efektif, sekaligus meningkatkan kualitas layanan medis.

Kanker tetap menjadi penyebab kematian nomor dua di dunia setelah penyakit jantung, sebuah tantangan serius yang menuntut inovasi medis, peningkatan kesadaran masyarakat, dan penguatan layanan kesehatan, baik preventif maupun kuratif.

Melihat urgensi ini, Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) menyelenggarakan Studium Generale bertajuk "The Future of Cancer Therapy: BNCT and Cyclotron Innovations in Indonesia and Beyond" pada Selasa (17/6), di Auditorium Lantai 9 Kampus B Unusa. Acara ini menjadi ajang penting untuk berbagi ilmu sekaligus membangun kesadaran dan kolaborasi strategis dalam pengembangan terapi kanker berbasis teknologi mutakhir.

Dalam paparannya, Prof. Ir. Yohannes Sardjono, APU., dari BRIN Indonesia menjelaskan, BNCT (Boron Neutron Capture Therapy) adalah terapi kanker berbasis partikel berat dengan keunggulan signifikan dibanding terapi konvensional.

"BNCT ini adalah terapi yang bersifat targeting cell, artinya hanya menyerang sel kanker tanpa merusak jaringan sehat di sekitarnya," ujar Prof. Yohannes. Ia menambahkan, keunggulan utama BNCT adalah pasien tidak perlu menjalani terapi berulang seperti pada terapi sinar-X atau direct electron.

Prof. Yohannes melanjutkan, BNCT bekerja dengan memanfaatkan senyawa boron yang disuntikkan ke dalam tubuh dan akan terkonsentrasi di sel kanker.

"Ketika pasien terpapar neutron, boron tersebut akan menangkap neutron dan menghasilkan reaksi yang menghancurkan sel kanker dari dalam. Karena reaksi ini bersifat lokal dan spesifik terhadap sel kanker, jaringan sehat di sekitarnya dapat tetap terlindungi," jelasnya.

Meski demikian, pada beberapa jenis sel kanker, sinar-X masih diperlukan sebagai pelengkap terapi. Secara keseluruhan, BNCT membuka babak baru pengobatan kanker yang lebih efektif, efisien, dan memiliki efek samping jauh lebih ringan.

Sementara itu, Dr. Yoshihito Kameda dari Sumitomo Heavy Industries, Ltd., Jepang, menyoroti peran krusial teknologi semikonduktor dalam pengembangan BNCT. Menurutnya, semikonduktor memungkinkan pengembangan sumber neutron yang lebih kecil, efisien, dan mudah diakses.

"Teknologi ini memungkinkan sistem kontrol dan pemantauan yang lebih presisi, sehingga meningkatkan efektivitas dan keamanan terapi kanker," jelas Dr. Yoshihito, menekankan pentingnya hal ini agar BNCT dapat diimplementasikan di lebih banyak rumah sakit, tidak hanya terbatas pada pusat-pusat kanker skala besar.

Rektor Unusa, Prof. Dr. Ir. Achmad Jazidie, M.Eng., menyampaikan, teknologi BNCT adalah bagian dari transformasi medis menuju pengobatan kanker masa depan yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat.

"Ini merupakan terapi kanker masa depan dengan meminimalisir kerusakan pada sel sehat. Unusa ikut terlibat pula dalam riset ini," ujar Prof. Jazidie. Ia berharap, ke depan Unusa atau rumah sakit pendidikan Unusa-RSI Jemursari, RSI Ahmad Yani, dan RS Nyi Ageng Pinatih Gresik-dapat menjadi yang pertama mengimplementasikan terapi ini.

Komitmen ini mempertegas peran Unusa sebagai motor penggerak inovasi di sektor layanan kesehatan. Pengembangan BNCT diharapkan menjadi langkah strategis dalam memperluas akses masyarakat terhadap teknologi terapi kanker yang lebih aman dan efektif, sekaligus meningkatkan kualitas layanan medis.

Komentar