Dr La Ode Rabani SS MHum, dosen ilmu sejarah di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (Unair). Foto Pemprov Jawa Timur

"Madura Menguasai Dunia": Bukan Sekadar Lelucon

"Madura Menguasai Dunia": Bukan Sekadar Lelucon, Tetapi Cermin Sejarah dan Budaya Kerja Keras

Ungkapan “Madura Menguasai Dunia” bukan sekadar viral di internet. Ia adalah potret dari sejarah panjang, daya juang tinggi, budaya kolektif, dan ketangguhan etnis Madura yang terus relevan dari masa ke masa-dari perjuangan di masa kolonial hingga daya saing di era globalisasi.


Ungkapan “Madura Menguasai Dunia” belakangan ini ramai diperbincangkan di media sosial. Di balik kesan jenaka, ternyata kalimat tersebut menyimpan makna historis dan kultural yang mendalam. Hal ini diungkapkan oleh Dr. La Ode Rabani, S.S., M.Hum., dosen Ilmu Sejarah di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga (Unair).

“Kalimat itu bukan sekadar candaan. Ia merepresentasikan sejarah panjang dan nilai-nilai budaya kerja keras orang Madura yang patut diakui,” ujar La Ode saat diwawancarai di Surabaya, Rabu (16/7).

Etos Kerja Kuat, Sejak Masa Kolonial

Menurut La Ode, masyarakat Madura sejak lama dikenal memiliki etos kerja tinggi dan sikap mandiri, bahkan sejak era penjajahan Belanda.

“Secara historis, orang-orang Madura terkenal bebas dan tidak mudah tunduk terhadap intervensi penguasa kolonial. Mereka punya semangat kerja yang kuat dan berdikari,” ungkapnya.

Bahkan komunitas lain seperti masyarakat Tionghoa turut mengakui etos kerja luar biasa yang dimiliki oleh etnis Madura.

“Mereka berasal dari wilayah yang secara ekologis tidak subur dan bukan agraris. Tapi dari kondisi itulah lahir mental pekerja keras yang ulet dan tangguh,” tambahnya.

Etnis Maritim yang Tangguh dan Adaptif

Tak hanya pekerja keras, orang Madura juga dikenal sebagai etnis maritim. Mereka ahli dalam navigasi laut, pembuatan perahu, dan perdagangan pesisir.

“Secara geografis, Madura sangat strategis. Mereka terhubung erat dengan pusat-pusat ekonomi seperti Surabaya, Probolinggo, dan Pasuruan. Dari sinilah mereka belajar dan beradaptasi dengan dinamika ekonomi Jawa,” papar La Ode.

Budaya Merantau dan Ketahanan Identitas

Sejak dulu, masyarakat Madura telah akrab dengan tradisi merantau, baik sebagai tentara, buruh, hingga pekerja misi. Namun yang menarik, meskipun merantau jauh dari kampung halaman, mereka tetap mempertahankan identitas budaya.

“Bahasa, ibadah, dan adat tetap dijaga. Budaya menjadi perekat emosional yang dibawa ke manapun mereka pergi,” jelas La Ode.

Ia juga menyebut, banyak perantau Madura memilih merantau secara berkelompok. Selain menjaga tradisi, hal ini juga menjadi bentuk solidaritas saat menghadapi tantangan di tanah rantau.

“Ada kalanya orang Madura tidak langsung diterima oleh komunitas lokal. Tapi dengan merantau berkelompok, mereka bisa saling membantu dan saling menguatkan,” ujarnya.

Warung Madura 24 Jam: Simbol Etos Kerja dan Daya Saing

Fenomena Warung Madura 24 jam juga menjadi bukti nyata ketangguhan ekonomi masyarakat Madura di tengah kompetisi yang semakin ketat.

“Mereka tidak hanya hadir di ekonomi arus utama, tapi juga menciptakan pola kerja yang responsif terhadap kebutuhan zaman. Warung buka 24 jam adalah bentuk adaptasi terhadap perubahan,” ungkap La Ode.

Bahkan, menurutnya, warung 24 jam yang tersebar di berbagai kota, terutama di Surabaya, bukan hanya fasilitas ekonomi, tetapi juga simbol kerja keras tanpa lelah.

“Pesannya jelas: di tengah kompetisi, malas itu kehancuran. Kerja keras, bahkan di luar batas normal, menjadi tuntutan zaman. Dan itu dijalankan tanpa menyalahi aturan apa pun, termasuk aturan agama,” tutup La Ode.

Kesimpulan: Dari Sejarah ke Globalisasi, Orang Madura Hadir dengan Karakter Kuat

Ungkapan “Madura Menguasai Dunia” bukan sekadar viral di internet. Ia adalah potret dari sejarah panjang, daya juang tinggi, budaya kolektif, dan ketangguhan etnis Madura yang terus relevan dari masa ke masa-dari perjuangan di masa kolonial hingga daya saing di era globalisasi.

Sumber: Pemprov Jawa Timur

Komentar