Siswa Daerah Tertinggal Dapat Bantuan Asrama

Siswa Daerah Tertinggal Dapat Bantuan Asrama Direktur Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) Ditjen PDT Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Priyono/Foto: Humas Kemende PDTT

JAKARTA-Minimnya fasilitas pendidikan di daerah tertinggal sering kali dikeluhkan siswa anak-anak setempat. Belum lagi jauhnya jarak dari rumah ke sekolah yang memaksa siswa SD dan SMP daerah tertinggal menempuh perjalanan berjam-jam.

Untuk itu, Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal (Ditjen PDT) dalam dua tahun terakhir (2018-2019) menginisiasi pembangunan asrama siswa dan rumah guru yang jaraknya berdekatan dengan sekolah.

Harapannya agar para siswa dan guru bisa lebih berkonsentrasi dalam proses belajar mengajar.

Batuan 2018-2019

Bantuan asrama siswa dan guru Ditjen PDT 2018 diberikan kepada 10 kabupaten, yakni: Kabupaten Kapuas Hulu, Nias Barat, Merauke, Sambas, Sarmi, Kepulauan Sula, Pasaman Barat, Lombok Timur, Buru, dan Belu.

Masing-masing kabupaten menerima total luas asrama siswa 720 meter persegi, rumah guru seluas 360 meter persegi. 

Selain itu, Ditjen PDT juga membangun fasilitas lapangan olahraga seluas 1.050 meter persegi. 

Sedangkan tahun 2019, Ditjen PDT juga telah dan akan menggulirkan bantuan asrama pada empat kabupaten yakni: Sarmi, Maluku Tenggara Barat, Halmahaera Selatan, dan Mappi.

Bersamaan dengan itu, pemerintah juga membangun sejumlah fasilitas, terdiri dari dapur, lapangan olahraga, kamar mandi dan ruang belajar.

“Ini sifatnya untuk stimulan dengan diberikan bantuan untuk mengurangi putus sekolah. Bantuan pambangunan asrama siswa dan guru dalam rangka memfasilitasi kemudahan siswa untuk bisa melakukan kegiatan belajar yang baik. Apalagi ada kecenderungan kalau tinggal bersama orang tua, mereka tidak akan melanjutkan sekolah karena alasan letak sekolahnya yang jauh dan kondisi ekonomi keluarga. Selain itu dalam upaya mendukung kemandirian siswa,” kata Direktur Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) Ditjen PDT, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Priyono via rilis yang diterima di Jakarta, Selasa (01/10).

Situasi hampir serupa, sambung Priyono,  juga dialami guru seperti di Lombok Timur dimana para pendidik harus menempuh jarak lebih dari 40 kilometer untuk tiba di sekolah. 

"Jika guru tinggal di dekat sekolah, tentu akan berdampak positif bagi proses mengajar. Ditjen PDT juga menyoroti minimnya guru di daerah tertinggal. Solusinya adalah merekrut guru tidak tetap berdasarkan kontrak yang anggarannya diambil dari dana BOS," jelasnya.

Namun, lanjut Priyono, jika guru tidak disediakan asrama dikhawatirkan tidak akan bertahan lama tinggal di daerah tertinggal. 

"Diharapkan, dengan adanya asrama siswa dan rumah guru ini, maka kegiatan belajar mengajar di daerah tertinggal akan lebih baik dan bisa menghasilkan sumber daya manusia yang cerdas. Sehingga, pada akhirnya akan membawa kabupaten tersebut keluar dari status daerah tertinggal," tutupnya.

Sebagai informasi, salah satu indikator makro penentuan daerah tertinggal adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). 

IPM dibentuk oleh tiga dimensi dasar, yaitu umur panjang dan hidup sehat dapat dilihat dari angka harapan hidup, pengetahuan yang dapat dilihat dari rata-rata lama sekolah, serta standar hidup layak yang dilihat dari jumlah penduduk miskin.