Pemilu 2019 Dinilai Paling Buruk Sejak Reformasi

Pemilu 2019 Dinilai Paling Buruk Sejak Reformasi Ilustrasi.

Jakarta-Ketua Aliansi Penggerak Demokrasi Indonesia (APDI), Wa Ode Nur Intan menilai Pilpres maupun Pemilu 2019 paling buruk sejak reformasi 1998.

“Orang–orang kami sudah berusaha melaporkan berbagai indikasi kecurangan dan pelanggaran ini. Namun Laporan tersebut tidak pernah ada follow up dari aparat terkait. Baik Kepolisian maupun Bawaslu. Karena itu kami menilai Pilpres maupun Pemilu kali ini adalah pemilu paling buruk sejak reformasi 1998,” kata Wa Ode Nur Intan di sekretarirat APDI, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (22/04).  

Wa Ode menuturkan, pihaknya menerima laporan dari berbagai masyarakat dari seluruh Indonesia tentang berbagai kecurangan, bukan hanya dalam proses penghitungan suara di TPS, namun juga penggelembungan jumlah perolehan suara salah satu capres. 

"Selain itu banyak ditemukan petugas TPS yang melakukan pencoblosan berkali-kali terhadap capres tertentu di lembar suara Pilpres. Tidak sedikit oknum petugas TPS saat penghitungan hasil perolehan kertas suara, tidak melakukan penjumlahan dan mengosongkan kolom jumlah," jelasnya.

Hal ini , kata dia, menimbulkan kecurigaan di kalangan saksi dan masyarakat. 

"Kecurangan lainnya adalah pencurian atau perampasan C6 yang berisi laporan hasil rekapitulasi perolehan suara di setiap TPS," ungkapnya.

Di lokasi yang sama, penasehat APDI Mayjen (Purn) TNI Suprapto meminta Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) bersikap netral dan profesional dalam menghadapi Pesta Demokrasi khususnya Pemilihan Presiden yang sudah berlangsung selama beberap hari. 

"Bukan Justru melarang saksi dari salah satu kubu capres dan pemantau yang sudah diakreditasi oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)," ujarnya.  

Menurutnya, kalau rekapitulasi di tingkat kecamatan dan kabupaten dibiarkan tertutup akan memperkuat asumsi adanya kecurangan untuk memenangkan capres dan parpol tertentu.

“Seharusnya selagi para saksi dari dua kubu dan pengamat ini bersikap baik, damai dan tidak membuat keributan dan perusakan. Polisi harus mempersilahkan para saksi menyaksikan dan menjadi saksi proses rekapitulasi hasil pemungutan suara di tingkat kecamatan atau Kabupaten. Kalau para saksi melakukan tindakan kriminal berupa perusakan atau keributan, bolehlah diamankan dan dibawa ke meja hijau atau pengadilan,” tegas mantan Pangdam VII Wirabuana ini.

Dalam Pilpres kali ini, sambung Suprapto, berkembang opini di tengah masyarakat bahwa banyak oknum aparatur sipil negara (ASN) diminta salah satu kubu capres untuk memenangkan salah satu pasangan capres-cawapres. 

"Sehingga Pemilihan Umum yang memilih anggota legislatif  dan presiden ini dipenuhi kecurangan. Karena itu, harusnya pihak Polri menciptakan iklim yang kodusif dengan menciptakan transparansi. Bukan justru memperkuat asumsi masyarakat bahwa Pemilu kali ini dipenuhi kecurangan,” pungkas Penasehat APDI ini.

Hadir dalam kesempatan tersebut antara lain Ketua Umum APDI Wa Ode Nur Intan, dan kepala Humas merangkap juru bicara APDI Eman Sulaeman Nasim serta  Ketua bidang jaringan dan Program Suparlan.