Masa Depan Pemberantasan Korupsi di Sektor Perikanan

Masa Depan Pemberantasan Korupsi di Sektor Perikanan Mahasiswa Acungkan Poster tolak Revisi UU KPK/Foto: Facebook

JAKARTA-Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) menanggapi Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap seluruh jajaran direksi Perum Perikanan Indonesia (Perindo) beberapa waktu lalu.

KPK dalam OTT tersebut ditemukan barang bukti uang suap jual beli kuota ikan salem sebesar Rp400 juta dan USD 30 ribu.

“Suap kuota impor ikan salem yang melibatkan Perum Perindo adalah salah satu kasus dari sekian kasus korupsi di sektor kelautan dan perikanan,” kata Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati via rilis yang diterima jatimpos.id, Rabu (25/09).

Menurutnya, korupsi di sektor perikanan ibarat gunung es, terlihat sangat kecil tetapi yang tidak terlihat diduga jauh lebih besar. 

KPK, sambung Susan, perlu mengembangkan penyelidikannya ke kasus korupsi di sektor kelautan dan perikanan lainnya, khususnya pengesahan Peraturan Daerah (Perda) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) di 22 Provinsi di Indonesia.

“Di dalam Perda Zonasi, kebijakan pembagian ruang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sangat bias kepentingan bisnis,” tuturnya.

Selain itu, lanjut Susan, praktik korupsi di sektor kelautan dan perikanan dapat dilihat dari kasus grand corruption reklamasi Teluk Jakarta yang telah ditetapkan oleh KPK pada tahun 2016.

Dalam penyelidikan ini hanya bisa menahan Ariesman Wijaja, Direktur Utama Agung Podomoro Land, saat itu.

“Namun sangat disayangkan, KPK tidak melanjutkan penyelidikan terhadap kasus korupsi reklamasi Teluk Jakarta,” ungkap Susan.

Tidak hanya mendorong untuk menyelidiki Perda RZWP3K dan kasus reklamasi, KIARA juga meminta KPK untuk menyelidiki pemberian kuota impor garam.

“KPK harus menyelidiki secara serius proses pemberian izin kuota impor garam, dimana setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan,” imbuh Susan.

Secara umum, ke depan pemberantasan korupsi di sektor kelautan dan perikanan perlu menjadi agenda penting. Namun, lanjut Susan, agenda ini memiliki tantangan serius setelah disahkannya Revisi UU KPK yang terbukti melemahkan lembaga anti korupsi ini.

Akivis perempuan perikanan ini lantas membeberkan beberapa poin pelemahan dalam Revisi UU KPK:

Pertama, KPK diletakkan sebagai lembaga negara di rumpun eksekutif.

Kedua, Pegawai KPK merupakan ASN sehingga ada resiko independensi terhadap pengangkatan, pergeseran dan mutasi pegawai saat menjalankan tugasnya.

Ketiga, Dewan Pengawas lebih berkuasa daripada Pimpinan KPK, namun syarat menjadi Pimpinan KPK lebih berat dibanding Dewan Pengawas.

Keempat, Kewenangan Dewan Pengawas masuk pada teknis penanganan perkara.

Kelima, OTT menjadi lebih sulit dilakukan karena lebih rumitnya pengajuan Penyadapan dan aturan lain yang ada di UU KPK.