Legislator Jatim Kritik Sri Mulyani soal Kenaikan Iuran BPJS

Legislator Jatim Kritik Sri Mulyani soal Kenaikan Iuran BPJS Menteri Keuangan Sri Mulyani (flickr.com)

SURABAYA-Pemerintah pusat diharap membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada bulan Januari 2020 mendatang. Pasalnya, kebijakan tersebut akan memberatkan masyarakat.

"Jadi artinya BPJS bukan asuransi yang cari laba atau rugi. BPJS itu bukan Revenue Center tapi Service Center," ujar Anggota DPRD Jatim, dr. Benyamin Kristianto di DPRD, Rabu (18/9).

Politisi Gerindra ini menilai BPJS merupakan Service Center yaitu sebuah pelayanan terhadap masyarakat mulai pendaftarannya,  pelayanan di rumah sakitnya, dan belum lagi antreannya.

"Saya tidak setuju pernyataan Menteri keuangan waktu lalu menilai untung rugi soal BPJS itu salah. Seharusnya menteri keuangan menilai untung rugi itu di BUMN yang murni Revenue Center / menghasilkan uang," jelas Benyamin.
 
Benyamin yang juga berprofesi sebagai dokter ini berharap pemerintah pusat mengevaluasi kebijakan menaikan BPJS.

"Naik Seratus persen merupakan kebijakan yang ekstrem apalagi hingga tigaratus persen. Pemerintah lupa bahwa di UUD 45 pasal 34  disebutkan semua warga negara, fakir miskin dan anak anak terlantar menjadi tanggung jawab negara," katanya.

Di Inggris, sambung dia, kalau ada orang sakit maka biaya pengobatan ditanggung oleh pemerintah meskipun kita warga asing.

“Saat ini negara kita ketika sakit menggunakan kartu BPJS yang pertama d tanyakan oleh pihak rumah sakit adalah kartunya dipastikan tidak ada tunggakan hingga 3 bulan. Padahal BPJS bagian dari JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) yang semestinya tidak mempermasalahkan soal dendanya,” tutupnya. (kominfo)