KPK Minta Menteri Tak Usah Ngotot Jadi Ketum Parpol

KPK Minta Menteri Tak Usah Ngotot Jadi Ketum Parpol Ketua MPR Bambang, Soesatyo saat berjabat tangan dengan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto di pelantikan pimpinan MPR periode 2019-2024, di ruang rapat Paripurna Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta/Foto: Antara

JAKARTA-Rangkap jabatan menteri di partai politik (Parpol) dinilai terlalu berisiko konflik kepentingan. Apalagi rangkap jabatan dilakukan menteri strategis.

"Jabatan rangkap pimpinan partai politik di eksekutif memiliki potensi risiko benturan kepentingan. Itu sebabnya, dipahami ada menteri tidak boleh merangkap jabatan sebagai pimpinan organisasi yang menerima dana dari APBN," kata salah satu Pimpinan KPK Saut Situmorang belum lama ini.

Dia mengatakan, jabatan rangkap terkait rekomendasi KPK dalam politik cerdas berintegitas dalam konsep Sistem Integritas Partai Politik (SIPP) salah satu pointnya tentang perlunya kaderisasi disusun secara prudent. 

Hal itu juga mengacu pada Undang-Undang yang mengatur, seperti Pasal 23 UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara melarang seorang menteri rangkap jabatan.

Sedangkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011, Pasal 34 menyebutkan sumber keuangan partai politik antara lain bantuan keuangan dari APBN.

Menurut Saut, menteri tidak usah ngotot mau menjadi ketua umum partai politik, dan jangan juga mencari cara agar bisa berkuasa di partai politik, karena undang-undang jelas-jelas melarang rangkap jabatan.

"Ada dasar peraturan perundang-undangnya, ya di ikuti saja itu, patuhi saja itu," tegas Saut.

Untuk diketahui, saat ini ada 3 ketua umum parpol di Kabinet Indonesia Maju, yakni Ketum Gerindra Prabowo Subianto (Menteri Pertahanan), Ketum Golkar Airlangga Hartarto (Menko Perekonomian) dan Plt Ketum PPP Suharso Suharso Monoarfa (Menteri PPN/Kepala Bapennas).

Beberapa menteri lain juga ada yang masih menjadi pengurus di partai masing-masing. Johnny G Plate (Sekjen NasDem), Ida Fauziyah (Ketua DPP PKB), dan Edhy Prabowo (Waketum Gerindra).

Bahkan, Airlangga Hartarto kembali mencalonkan diri sebagai ketua umum Golkar yang disorot pengamat ekonomi politik Ichsanuddin Noorsy.

Noorsy menilai rangkap jabatan seorang Menko Perekonomian dengan ketum parpol menjadi kekeliruan dalam sistem kabinet yang dipakai Presiden Joko Widodo.

"Masa struktur pemerintah digabung menjadi struktur politik, jadi rusak sistem ini. Ketum sekaligus jadi Menteri Ekonomi. Ini salah sistem. Mestinya diperbaiki oleh pemimpinnya, perbaiki dulu iklim sosial politik untuk melahirkan iklim ekonomi yang sehat," kata Noorsy.