Kontainer Masuk Desa Angkat Potensi Daerah Tertinggal

Kontainer Masuk Desa Angkat Potensi Daerah Tertinggal Direktur Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal (Dirjen PDTT), Samsul Widodo, saat memberi arahan di workshop bertajuk Dekranasda Go Online Bersama Shopee di Jakarta, Kamis (29/08)/Foto: Humas Kemendes PDTT.

JAKARTA-Untuk mengangkat potensi ekonomi daerah tertinggal ke marketplace perlu memutus ruwetnya mata rantai distribusi hasil perkebunan maupun protein hewani.

Untuk itu Direktorat, Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal (Ditjen PDT), Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, bekerja sama dengan Kementerian Perhubungan untuk menggarap program Kontainer Masuk Desa.

"Kami bekerja sama dengan Kementerian Perhubungan sedang menggarap program Kontainer Masuk Desa. Ditjen PDT mendorong Kemenhub untuk terlibat membangun dasar sistem logistik di daerah tertinggal," kata Ditjen PDT Samsul Widodo dalam keterangannya yang diterima, Selasa (03/12).

Kontainer tersebut akan menjangkau desa-desa daerah tertinggal karena ukuran dan kapasitasnya sudah disesuaikan. Sehingga produk daerah tertinggal akan lebih mudah diangkut.

“Kami ciptakan kontainer-kontainer kecil, ini yang harus kami rintis. Indonesia itu kepulauan, kalau menggunakan kontainer besar tidak bisa masuk ke desa, rusak jalannya," jelas Samsul.

Memang, sambung dia, sudah ada tol laut, namun waktu tempuh pengiriman melalui tol laut masih cukup lama bisa dua pekan, seperti pengiriman dari Kepulauan Aru ke Jakarta.

Langkah Ditjen PDT lainnya adalah melalui monopoli beberapa perusahaan sehingga biasa logistik menjadi tinggi. 

Terobosan yang tengah berjalan saat ini adalah konsolidasi Ditjen PDT dengan Kemenhub agar BUMDes menjadi shipper.

"Jadi BUMDes itu nanti boleh mendirikan PT untuk menjadi shipper, jadi perusahaan semacam logistik yang berhubungan langsung dengan tol laut," kata Samsul.

Ditjen PDT, lanjut Samsul, juga terlibat aktif membina BUMDes daerah tertinggal seperti di Mentawai, salah satu daerah menghasilkan pisang berkualitas baik. 

"Kalau dijual dalam bentuk buah, harganya  rendah. Agar nilai ekonominya lebih tinggi, pisang diproses menjadi tepung. Tepung pisang adalah salah satu bahan untuk membuat makanan bayi," ungkapnya.

“Kami bantu mesin untuk membuat tepung pisang," imbuhnya. 

Bahkan, Ditjen PDT mendorong BUMDes memfasilitasi petani masuk ke industri.

"Saat ini, Ditjen PDT sudah bekerja sama dengan Lion Parcel untuk mengirim produk dari daerah tertinggal. Jangan sampai produk menumpuk dan tak ada pembeli. Jadi saya ubah (konsep kerjanya), setiap komoditi ada pembelinya, kalau tidak (diubah) mangkrak nanti," tutup Samsul.