ICW Ungkap Kejanggalan Sikap Pemerintah dan DPR

ICW Ungkap Kejanggalan Sikap Pemerintah dan DPR Demo mahasiswa menuntut UU KPK yang baru saja disahkan dicabut/Foto: Facebook Zainul Ari

JAKARTA-Indonesian Corruption Watch (ICW) mengungkap kejanggalan sikap pemerintah dan DPR RI yang tetap bersikukuh untuk mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sementara empat rancangan undang-undang lainnya antara lain Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidada (KUHP), RUU Lembaga Permasyarakatan, RUU Pertanahan, dan RUU Minerba ditunda oleh DPR.

“Kalau kita bicara problem-problem mendasar kan hampir mirip. Kenapa kemudian hanya RUU KPK yang diteruskan sedangkan yang lain-lain itu tidak diteruskan,” kata Peneliti ICW, Tama S Langkun saat ditemui di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (24/9).

Menurutnya, sikap pemerintah dan DPR RI yang ngotot untuk mengesahkan RUU KPK dinilai sarat dengan agenda politik. Dia menganggap, banyak pihak yang menakut-nakuti jika Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tidak disahkan.

"Kalau yang saya lihat ini sebetulnya kekhawatiran banyak pihak terhadap KPK. Jadi semangat yang saya lihat, ini bukan upaya menegakan hukum, tapi lebih ke upaya bagaimana membuat KPK semakin kecil dan semakin tak berdaya," jelasnya.

Seperti diketahui, DPR RI bersama pemerintah telah mengesahkan revisi UU KPK dalam rapat paripurna pada Selasa (17/9). Revisi itu berjalan singkat, hanya butuh waktu 12 hari bagi DPR mengesahkan revisi UU KPK setelah mengusulkan RUU KPK dalam rapat paripurna pada 6 September 2019.

Setidaknya, ada tujuh poin baru hasil dari revisi UU KPK yang dianggap bakal melemahkan KPK. Pertama, KPK ditempatkan sebagai lembaga penegak hukum yang berada pada rumpun eksekutif. Kedua, pembentukan Dewan Pengawas KPK. Ketiga, terkait pelaksanaan fungsi penyadapan. Keempat, mengenai mekanisme penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). 

Kelima, terkait koordinasi kelembagaan KPK dengan penegak hukum sesuai dengan hukum acara pidana, kepolisian, kejaksaan, dan kementerian atau lembaga lainnya dalam pelaksanaan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan perkara tindak pidana korupsi. Keenam, mengenai mekanisme penggeledahan dan penyitaan. Ketujuh, terkait sistem kepegawaian KPK. (Alinea)