Genjot Produksi, Petani Daerah Tertinggal Terapkan 'Smart Farming'

Genjot Produksi, Petani Daerah Tertinggal Terapkan 'Smart Farming' Sensor pertanian teknologi smart farming terpasang di sawah/Foto: Kemendes PDTT.

JAKARTA-Daerah tertinggal yang sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani tradisional kini mulai memanfaatkan teknologi dengan mengimplementasikan smart farming.

Direktur Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal (Dirjen PDT) Kemendes PDTT, Samsul Widodo menjelaskan konsep smart farming secara sederhana bisa diartikan sebagai precision agriculture atau bertani yang tepat.

“Dari pengidentifikasian tersebut, petani jadi lebih paham tindakan apa yang harus dilakukan pada setiap tanamannya. Tanaman mana yang membutuhkan air, tanaman mana yang harus diberikan pestisida, dan tanaman mana yang harus dipupuk,” ujar Samsul Widodo dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Jumat (18/10).

Penerapan teknologi dibidang pertanian, sambung Samsul, dapat meningkatkan potensi pertanian karena akan turut menarik perhatian kaum muda untuk ikut serta menggeluti pertanian di daerahnya.

Pada tahun 2019 ini, implementasi smart farming di daerah tertinggal terus digenjot oleh Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal (Ditjen PDT).

Lima kabupaten daerah tertinggal telah ditetapkan sebagai lokasi pilot project impelementasi smart farming, yaitu: Kabupaten Situbondo, Kabupaten Dompu, Kabupaten Sumba Timur, dan Kabupaten Pasaman Barat.

Pertanian 4.0

Penerapan smart farming juga ditandai dengan Gerakan Menyongsong Pertanian 4.0 dan Implementasi Pertanian Presisi yang launching di Kabupaten Pasaman Barat melalui, Rabu lalu (16/10).

Kegiatan tersebut diawali dengan penandatanganan Nota Kesepakatan antara Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) dengan PT Mitra Sejahtera Membangun Bangsa (MSMB) yang sudah mulai bekerja sama untuk menerapkan Pertanian Presisi 4.0 di daerah tertinggal sejak 27 Maret 2019.

Kegiatan itu juga didukung oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Asian Development Bank (ADB), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan Bank Negara Indonesia yang menyediakan fasilitas peminjaman modal melalui program Kredit Usaha Tani dengan sistem bayar pada saat panen.

“Proyek kerjasama antara MSMB dengan Kemendesa PDTT, Kemenkominfo, Bappenas, ADB dan BNI ini diharapkan dapat meningkatkan potensi warga lokal sehingga dapat meningkatkan produktivitas pada daerah-daerah tertinggal di Indonesia” ujar Chief Marketing Officer MSMB, Anita Hesti.

Metode smart farming bukan sekadar soal penerapan teknologi. Kunci utama smart farming adalah data terukur berdasarkan analisa sensor yang telah dipasang di areal penanaman, sehingga hasil panen yang diperoleh petani menjadi lebih baik, efektif, dan efisen.

Bahkan, konsep smart farming juga bisa dimanfaatkan untuk penanganan penjualan hasil pertanian. Dengan begitu, petani tidak perlu khawatir hasil produksi tidak terbeli. Mereka juga dapat menjual sendiri produk dan mendapat penghasilan yang lebih tinggi.

Smart farming secara sederhana bisa diartikan sebagai precision agriculture atau bertani yang tepat, karena dapat mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan dari setiap tanaman. Dari pengidentifikasian tersebut, petani jadi lebih paham tindakan apa yang harus dilakukan pada setiap tanamannya. Tanaman mana yang membutuhkan air, tanaman mana yang harus diberikan pestisida, dan tanaman mana yang harus dipupuk,” kata Direktur Pengembangan Sumber Daya dan Lingkungan Hidup Ditjen PDT, Dwi Rudi Hartoyo.