Elektabiltas Jokowi 'Tersandera' Ekonomi

Elektabiltas Jokowi 'Tersandera' Ekonomi Capres Petahana Jokowi di panggung debat capres beberapa waktu lalu (Istimewa).

Jakarta-Pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Pangi Syarwi Chaniago menyebut elektabilitas capres petahana Joko Widodo (Jokowi) saat ini tak lebih dari 55%.

Salah satu faktornya, sambung Pangi, ialah bidang ekonomi yang menurutnya merupakan masalah mendasar dan serius.

"Elektabilitas pak Jokowi sampai sekarang tidak melewati 55 % ya, salah satu faktornya adalah masalah ekonomi jadi kalau kita tanya di hasil survei itu apa masalah yang mendesak atau masalah yang serius, itu perbaikan ekonomi," jelas Pangi di Jakarta, Senin (08/04/2019).

Direktur Voxpol Institute ini menambahkan, dari sekian hasil survei, persoalan ekonomi menempati tingkat ketidakpuasan yang tinggi.

Bahkan, isu tersebut mengalahkan bidang lain seperti pariwisata atau kesehatan.

"Tidak ada yang mengatakan masalah pariwisata atau masalah gizi buruk. Jadi artinya apa? Jadi, masalah pertumbuhan ekonomi yang hanya 5% ini langsung mempunyai efek terhadap elektabilitas pak Jokowi termasuk kepuasan terhadap pemerintahan," sambungnya.

Untuk itu, Pangi menyarankan perlunya perbaikan daya beli masyarakat untuk menumbuhkan pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, persoalan lain yang yang juga ia sorot ialah harga tiket pesawat internasional lebih murah ketimbang dari penerbangan domestik.

"Problemnya banyak sih, mata uang kita juga tidak terlalu baik, utang juga banyak, lapangan pekerjaan juga tidak terlalu menjanjikan daya beli juga tidak terlalu bagus, pariwisata juga bermasalah," urainya.

Posisi petahana saat ini pun berbeda dengan ketika Susilo Bambang Yudhoyono kembali mencalonkan diri pada 2009 lalu.

Pangi memaparkan, kala itu elektabilitas SBY berada diatas 60%. Alhasil, Jokowi kini berada pada kondisi riskan jelang pencoblosan.

"Kalau kita bandingkan di era SBY kan kepuasannya 70% elektabilitasnya jadi diatas 60% ini 51 saja  masih susah, artinya pak jokowi masih kalah kenapa, karena masalahnya di masalah ekonomi," tandasnya.

Diketahui, sejumlah lembaga internasional memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2019 berkisar pada 5,2%.

Bahkan, salah satu lembaga, Moodys Investor Services meproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia kurang dari 5%.

Angka ini lebih kecil dari target pemerintah yang tertuang dalam UU APBN 2019 sebesar 5,3% serta jauh dari janji Presiden Joko Widodo yang menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 7%.