Belajar dari Pandemi Covid-19, Saatnya Berpikir Preventif-Promotif

Belajar dari Pandemi Covid-19, Saatnya Berpikir Preventif-Promotif

Komnas Pengendalian Tembakau bersama jaringan pengendalian tembakau memperingati Hari Kesehatan Nasional (HKN) 2022 dengan tema “Tambal-Sulam Sistem Kesehatan Kuratif menuju Preventif-Promotif dalam Pengendalian Tembakau”.

Tema yang diambil berdasarkan pengalaman menghadapi Covid-19 ini diharapkan bisa mengingatkan kita semua,  terutama para pengambil kebijakan agar memperkuat sistem kesehatan yang dirancang agar siap menghadapi segala tantangan kesehatan yang akan muncul di masa yang akan datang. Pengendalian tembakau menjadi salah satu upaya preventif-promotif yang akan memperkuat kesehatan bangsa, sehingga tidak rentan pada segala masalah Kesehatan di masa depan.

Dalam sambutannya membuka kegiatan peringatan HKN 2022 ini, Ketua Harian Komnas Pengendalian Tembakau Mia Hanafiah menyebutkan, “Kita, terutama Pemerintah, hendaknya mulai melepaskan pola pikir dari sisi kuratif dalam penanganan masalah kesehatan masyarakat. Program “Transformasi Kesehatan” yang dirancang Kemenkes diharapkan akan mengubah sistem kesehatan di Indonesia yang lebih fokus pada upaya-upaya preventif-promotif sehingga dibutuhkan kebijakan yang mengubah penanganan kesehatan dengan melihat faktor penyebab kesakitan yang dialami masyarakat, dan bukan sebaliknya.”

Mengenai penanganan masalah konsumsi rokok salah satunya, belum juga dipandang menjadi salah satu faktor penyebab banyak masalah kesehatan di tengah masyarakat, baik dari sisi hilangnya produktivitas karena kesakitan sampai beban biaya kesehatan. 

Temuan Riset Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) menyatakan kebiasaan merokok ciptakan beban ekonomi kesehatan di Indonesia mencapai Rp 17,9 hingga 27,7 triliun pada 2019 lalu. Studi ini berupaya mengidentifikasi biaya yang dikeluarkan penyakit-penyakit mematikan, namun bisa dicegah, yang disebabkan konsumsi rokok. CISDI menyebut mayoritas beban biaya ekonomi kesehatan berasal dari biaya rawat inap dan perawatan yang harus ditanggung BPJS Kesehatan. Angka 17,9 hingga 27,7 triliun rupiah setara dengan 61,76% hingga 91,8% total defisit JKN pada 2019 lalu.

Sampai saat ini, pemerintah pun belum juga menyelesaikan PP 109/2012 yang diharapkan dapat memperkuat perlindungan masyarakat terutama pada anak-anak dan keluarga miskin dari konsumsi rokok yang mengandung zat adiktif nikotin, baik produk rokok konvensional maupun rokok elektronik. 

Penguatan perlindungan ini diharapkan melalui larangan iklan rokok di internet dan media luar ruang, larangan promosi dan sponsor rokok, perluasan peringatan kesehatan bergambar (pictorial health warning - PHW), larangan penjualan ketengan, pengaturan rokok elektronik, serta penguatan sanksi dan pengawasan Kawasan Tanpa Rokok.

Penguatan peraturan yang ada di PP 109/2012 diharapkan akan mampu menekan prevalensi perokok anak yang terus naik, yang saat ini telah mencapai 9,1% (Riskesdas, 2018). Sementara, jumlah perokok dewasa dalam 10 tahun terakhir pun naik 8,8 juta (GATS, 2021).

Seperti yang disampaikan Prof Emil Salim, Guru Besar sekaligus Ketua Dewan Pembina Komnas Pengendalian Tembakau dalam Orasi Kebangsaan untuk Kesehatan menyampaikan bahwa mungkin kita tidak memiliki uang sebanyak yang dimiliki oleh pendukung nikotin, kita tidak memiliki kekuatan politik seperti mereka, tetapi kita memiliki anak muda yang bisa membawa kita, Indonesia lepas landas pada 2045, karena masa depan bangsa Indonesia ada di tangan mereka. Kita harus terus fokus berjuang secara total dalam mengurangi konsumsi rokok dan melawan adiksi demi melindungi generasi muda dalam memajukan bangsa serta mewujudkan cita-cita emas kita pada 2045.

Dalam sesi diskusi “Kebijakan Pengendalian Konsumsi Rokok dari Perspektif Ekonomi Kesehatan” dengan pemantik Dr. Adiatma Yudistira Manogar Siregar dari Indonesia Health Economic Association terungkap bagaimana sesungguhnya konsumsi rokok melalui hitung-hitungan ekonomi kesehatan telah menimbulkan kerugian yang sangat besar di sisi ekonomi. Dr. Adiatma menyebutkan bahwa di Indonesia, biaya ekonomi dari merokok pada tahun 2019 adalah 184.36 triliun - 410.76 triliun rupiah (Meilissa et al., 2022), berbeda sedikit dari hasil estimasi Kosen et al (2017) dengan nilai 438.5 triliun rupiah. Di dalamnya, biaya langsung dari merokok mencapai 17,9 sampai 27,7 triliun rupiah. 

Diestimasikan BPJS Kesehatan mengeluarkan sekitar 10,4 sampai 15,6 triliun rupiah untuk biaya berobat untuk penyakit terkait dampak merokok (sekitar 61,2 sampai 91,8 persen dari total defisit). 

Di lain sisi, Indonesia memiliki berbagai permasalahan yang belum terselesaikan seperti halnya pajak yang diterapkan untuk rokok belum memenuhi standar World Health Organization (WHO) dan permasalahan implementasi regulasi yang perlu diperketat sehingga pengendalian konsumsi rokok di Indonesia dapat menjadi lebih baik. 

Karena itu, jika pemerintah Indonesia masih fokus pada pembangunan ekonomi, terlebih menghadapi resesi yang akan datang, hendaknya Pemerintah juga fokus pada penanganan konsumsi rokok demi menyelamatkan rupiah yang tertelan akibat konsumsi rokok yang sangat tinggi di Indonesia.

Drg. Agus Suprapto, M.Kes, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (KemenkoPMK) menyampaikan bahwa kita jangan ragu-ragu dan harus konsisten dalam melawan dan terkait hasil uji publik revisi PP 109/2012 tidak berubah pada lima poin yang telah dibahas dan telah diteruskan oleh Kementerian Kesehatan.

Dr. Ir. Subandi Sardjoko, M.Sc, Plt. Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas menyampaikan bahwa kami sepakat untuk menolak industri rokok, menyampaikan untuk penyederhanaan skema dan kenaikan cukai rokok namun keputusan terakhir hanya di angka 10% dan kami sudah koordinasikan dengan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, kita perlu bersinergi, kalau bukan kita, lantas siapa lagi.

Febri Pangestu, Analis Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyampaikan bahwa sejatinya kebijakan kenaikan cukai hasil tembakau ini mempertimbangkan beberapa pilar diantaranya untuk mengendalikan konsumsi produk hasil tembakau dan mendukung untuk penurunan prevalensi perokok anak seperti yang ditargetkan pada RPJMN 2024, selanjutnya, ketenagakerjaan, aspek keberlangsungan industri, penerimaan negara dan rokok ilegal. Melalui kenaikan cukai ini, tentunya kebijakan fiskal harus diiringi kebijakan non fiskal lainnya untuk mengendalikan konsumsi rokok.

Drg. Widyawati M.KM, Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan menyampaikan bahwa Kementerian Kesehatan juga telah melakukan banyak upaya seperti campaign-campaign dan sekarang kami menyasar ke pelosok sejak 2000-an dengan campaign Pola Hidup Bersih dan Sehat, salah satunya tidak merokok dan akan terus mengupayakan untuk mengendalikan konsumsi rokok.

dr. Nancy Dian Anggraeni, M.Epid., Asisten Deputi Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menyampaikan bahwa hasil uji publik revisi PP 109/2012 telah disampaikan oleh MenkoPMK kepada Menkes dan uji prakarsa akan dilakukan oleh Kementerian Kesehatan.

Dalam pidatonya yang menutup kegiatan ini, Mariana, Biro Kesejahteraan Sosial Provinsi DKI Jakarta, menekankan bagaimana Jakarta sebagai kota besar yang menjadi role model bagi kota-kota lainnya telah menyusun draf Pergub KTR yang akan diselesaikan tahun 2022 tetapi diundur ke tahun 2023 triwulan 1 dengan harapan dapat segera terselesaikan. Kami terus mengupayakan untuk penertiban kawasan tanpa rokok yang ditetapkan di sembilan tempat yaitu tempat umum, tempat kerja, tempat belajar, fasilitas pelayanan kesehatan, tempat bermain anak-anak, Ibadah, angkutan umum, fasilitas olah raga dan tempat-tempat yang ditetapkan. 

Dalam Peringatan HKN 2022 kali ini, Komnas Pengendalian Tembakau juga memamerkan beberapa karya perwakilan dari anak-anak Indonesia yang telah memberikan dukungannya agar “Anak-anak Indonesia Merdeka dari Rokok” untuk mengingatkan kita kembali pentingnya menjaga mereka demi masa depan Indonesia yang gemilang. Salah satu gambar terbaik karya Nabila Aira Sugeheru dari SDN Cibuluh 1 Kota Bogor menggambarkan anak yang lebih dewasa menolak ajakan merokok dan melindungi adiknya dari produk yang berbahaya tersebut.

Menurut Nabila, rokok berdampak dan gakbar ini saya tujukan untuk presiden Joko Widodo, para Menteri, para anggota dewan dan semuanya. Kami generasi emas bangsa Indonesia tidak ingin menjadi generasi perokok, kami tidak ingin bangsa ini menjadi bangsa perokok, dan kami juga tidak ingin menghirup asap rokok dari orang 
lain karena kami tahu, sebatang rokok, seribu racun dan seribu keburukan… Say no smoking untuk 
udara bersih bebas rokok.