Banser Kediri Tuntut Polisi Ungkap 'Otak' Kerusuhan 22 Mei

Banser Kediri Tuntut Polisi Ungkap 'Otak' Kerusuhan 22 Mei Suasana di depan gedung Bawaslu pascakerusuhan pada 21-23 Mei 2019 di Jakarta Pusat. (Foto: Antara Foto).

KEDIRI - Gerakan Pemuda Ansor Kota Kediri, Jawa Timur, menuntut agar polisi segera mengungkap aktor intelektual yang memicu kericuhan 22 Mei di Jakarta, hingga menyebabkan korban jiwa.

"Kami mengutuk keras aktor intelektual kericuhan itu sehingga menyebabkan jatuhnya korban jiwa," kata Wakil Ketua Banser Kota Kediri M. Kholik di Kediri, Sabtu (25/5).

Gus Kholik, sapaan akrabnya mengatakan Banser serta GP Ansor sebagai perwakilan pemuda Indonesia, sangat menghargai adanya perbedaan pendapat dalam menyikapi hasil penghitungan KPU.

Menurutnya, jika ada pihak yang merasa tidak puas dengan hasil penghitungan tersebut maka bisa mengajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kelak, MK yang akan memutuskan berdasarkan bukti dan keterangan dari saksi.

"Selama masih dalam bingkai konstitusional, kami menghormati sikap kawan-kawan yang melakukan aksi menyampaikan pendapat di Bawaslu," jelas Gus Kholik.

Pihaknya juga sangat mengecam keras pelaku intelektual, provokator yang mengirim ratusan massa pada Selasa (21/5), sekitar pukul 23.00 WIB, untuk memprovokasi Polri dan TNI.

Untuk itu, polisi harus tegas dan menangkap aktor intelektual di belakang aksi massa tersebut.

Pihaknya percaya dan mendukung sepenuhnya langkah-langkah Polri dan TNI dalam mengendalikan situasi kamtibmas di masyarakat. 

"Kami sebagai perwakilan pemuda di Indonesia telah memerintahkan pengurus dari tingkat provinsi, kota hingga kecamatan untuk meredam isu sensitif, menangkal hoax dan perbanyak kegiatan pemuda. Kami siap maju di depan untuk menangkal hoax, radikalisme dengan kolaborasi dan kreasi pemuda dan pemerintah," beber Gus Kholik.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Kediri. Mereka mengecam dan mengutuk aksi kekerasan yang mewarnai unjuk rasa di depan Gedung Bawaslu Jakarta, pada Selasa - Rabu (21-22/5), terlebih lagi dilakukan saat bulan suci Ramadan.

"Kami sangat mengecam dan meminta segera dihentikan aksi kekerasan dan kericuhan, yang ditimbulkan dari aksi demo yang mengusik ketenangan beribadah di bulan Ramadan itu," kata Ketua PCNU Kota Kediri KH Abu Bakar Abdul Djalil.

Gus Ab, sapaan akrabnya, meminta semua pihak menahan diri dari tindakan kekerasan guna mencegah lebih banyak lagi jatuh korban.

"Tuduhan kecurangan pemilu presiden harus diselesaikan melalui mekanisme hukum yang ada, bukan melalui anarkisme dan jalur jalanan," tegas Gus Ab.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo, sebelumnya mengatakan pihaknya telah menangkap 300 orang, terkait aksi berujung kericuhan yang berlangsung pada 21-22 Mei. Jumlah ini bertambah dari sebelumnya yang mencapai 257 orang.

Polisi saat ini masih melakukan pemeriksaan terhadap orang-orang yang ditangkap tersebut. Polisi sebelumnya telah mengamankan barang bukti berupa kendaraan, uang dalam pecahan rupiah maupun dollar, senjata tajam, bom molotov, alat komunikasi, kamera, hingga petasan berbagai ukuran.

Dalam insiden itu, delapan orang dikabarkan meninggal dunia dan 905 lainnya harus menjalani perawatan medis. Empat dari delapan korban tewas diautopsi di RS Polri, sementara empat korban lainnya dibawa pulang keluarga karena menolak autopsi. (Ant).