Bamsoet Pegang Kunci Kemenangan di Munas Golkar

Bamsoet Pegang Kunci Kemenangan di Munas Golkar Calon Ketum Golkar, Bambang Soesatyo (Bamsoet) saat memberikan arahan ke kader (Istimewa).

JAKARTA-Suara DPD tingkat II menjadi kunci penentu Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar mendatang melalui Musyawarah Nasional (Munas) awal Desember 2019.

Meski secara formal nilainya sama dengan DPD I. Namun, suara DPD II dianggap lebih penting karena mereka berhubungan langsung dengan akar rumput. 

"DPD II kunci dari hasil Munas. Suara yang diberikan bukan hanya sekadar hak suara, tapi suara yang dipertimbangkan karena menyuarakan langsung aspirasi anggota partai di daerah yang sehari-hari berurusan dengan mereka," kata politikus senior Partai Golkar, Marzuki Darusman dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Senin (25/11).

Sejauh ini, Calon Ketum Golkar Airlangga Hartarto mengklaim didukung mayoritas pengurus Golkar di DPD I. Sementara lawannya, Bambang Soesatyo (Bamsoet) mendapat dukungan dari 367 DPD II.

Menanggapi hal itu, Marzuki menilai DPD II memilih mendukung Bamsoet karena memahami kondisi Golkar yang saat ini harus dipulihkan dari kemorosotan.

Golkar pada Pemilu 2019 hanya mengantongi 85 kursi. Sementara di Pemilu 2014 meraih sebanya 91 kursi di DPR.

Untuk memulihkan Golkar, jelas Marzuki, harus dipimpin sosok yang fokus, tidak rangkap jabatan di partai dan pemerintahan.

"Partai Golkar memerlukan pimpinan yang terus menerus secara penuh memerhatikan Golkar," tegas Marzuki.

Dia mengingatkan, tantangan politik ke depan makin berat dan kompleks, dan jangan sampai Golkar tidak siap menghadapinya.

Marzuki meyakini Bambang Soesatyo akan membawa Golkar meraih sukses pada Pemilu 2024.

"Kami ini dalam keluarga besar, tidak ada masalah individu, kami hanya ingin partai ini selamat," ujar Marzuki.

Sedangkan pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, dukungan dari DPD II kepada salah satu calon bisa menggagalkan upaya menunjuk ketua umum Golkar secara aklamasi.

Dia meyakini suara DPD II adalah penentu hasil pemilihan ketua umum merujuk pada Munas Golkar tahun 2004.

Kala itu, jelas Pangi, Akbar Tandjung sebagai calon ketua umum Golkar, sangat percaya diri karena sudah memegang penuh suara DPD I.

Namun, Akbar akhirnya dikalahkan oleh Jusuf Kalla yang saat itu bergerilya mendekati DPD II.