Sungai Brantas Tak Henti-hentinya Digempur Alat Berat

Sungai Brantas Tak Henti-hentinya Digempur Alat Berat Alat berat tambang pasir (Pixabay).

TULUNGAGUNG-Jumlah penambang pasir mekanik yang beroperasi secara ilegal di sepanjang aliran Sungai Brantas, perbatasan Tulungagung-Blitar akan didata ulang.

Tujuannya, untuk memantau perkembangan jumlah penambang pasir mekanis maupun yang menggunakan alat berat.

"Kami ingin tahu berapa yang masih beroperasi. Apakah bertambah atau berkurang," ujar Kepala Sub Divisi Jasa ASA I-3 Perum Jasa Tirta, Hadi Witoyo, di Tulungagung, Rabu (27/11).

Selain mendata, sambung Hadi, pemantauan juga dilakukan untuk menentukan titik-titik area penambangan serta dampak lingkungan yang ditimbulkan.

Pada survei lapangan serta kajian ekologi yang pernah dilakukan PJT sebelumnya (sekitar Juni-Juli 2019), penambangan pasir mekanis yang masif di sepanjang aliran Sungai Brantas mulai dari wilayah Rejotangan, Ngunut hingga Ngantru disimpulkan telah memicu degradasi dasar sungai antara 4-7 meter.

Beberapa titik penyedotan bahkan disebut lebih dalam lagi, sehingga membentuk palung sungai.

Banyak tebing dan plengseng di sepanjang Sungai Brantas yang ambrol. Kontur bergeser, sehingga mengancam permukiman penduduk sekitar maupun infrastruktur jalan/jembatan.

BACA JUGA: Sungai Brantas Rusak Parah, Aktivis Surati Kapolri

Kondisi tersebut mengancam ekosistem sungai serta sediaan air baku bawah tanah.

"Setelah sekian bulan, dengan aktivitas penambangan mekanis masih terus berjalan, kemungkinan kondisinya sekarang semakin parah," ungkapnya.

Berdasarkan pantauan, aktivitas penambangan memang kian masif dilakukan masyarakat yang diduga dibekingi pengusaha lokal dan oknum pejabat/perangkat. Tanpa khawatir ditindak petugas, dari pagi hingga siang.

Puluhan mesin diesel dongfeng dikerahkan untuk menyedot pasir dan digelontorkan langsung ke bak-bak dump truk yang terus mengantre untuk mengisi (loading), namun juga melibatkan sejumlah alat berat.

Sebelumnya, Data PJT menyebutkan total ada 47 mesin diesel dongfeng yang dioperasikan di sepanjang aliran Sungai Brantas yang membelah dua wilayah Kabupaten Tulungagung dan Blitar.

Sedangkan jumlah alat berat terpantau ada lima unit yang tersebar di beberapa titik.

Operasi penambangan pasir ilegal itu juga melibatkan antara 60-100-an unit dump truk, dengan masing-masing unit bisa mengangkut rata-rata antara 10-15 kali muatan pasir hasil penambangan per harinya.

Dengan harga pasir dari lokasi penambangan yang saat ini dibanderol sekitar Rp650 ribu ler rit isi sekitar 5 kubik, estimasi perputaran uang dari proyek galian ilegal ini ditaksir mencapai (minimal) Rp650 juta setiap harinya, berdasarkan asumsi operasional 100 unit DT dengan frekuensi pengangkutan mininal 10 kali dalam sehari. (Ant)