Residivis Pengedar Uang Palsu Dibekuk Polisi

Residivis Pengedar Uang Palsu Dibekuk Polisi Kapolres Jember AKBP Alfian Nurrizal berbincang kepada tersangka sambil membawa barang bukti uang palsu pecahan 50 ribu saat pers rilis di Mapolres Jember, Senin (6/1) (ANTARA)

JEMBER-Seorang residivis pengedar uang palsu berinisial MS (39), warga Desa Glundengan, bersama rekannya berinisial PI (43), warga Desa Kemuningsari Kidul dibekuk aparat Kepolisian Resor (Polres) Jember.

Polisi menangkap tersangka seorang saat keduanya menggunakan uang palsu tersebut untuk membeli makanan dan minuman di sebuah warung kopi di Desa Tanjungsari, Kabupaten Jember.

"Tersangka MS merupakan residivis dan pernah dipidana 3 tahun penjara dalam perkara yang sama, yakni peredaran uang palsu di Bali," kata Kapolres Jember, AKBP Alfian Nurrizal dalam keterangan persnya di Mapolres Jember, Senin (07/01).

Untuk tersangka PI, kata Alfian, mengaku baru pertama kali membeli uang palsu dari tersangka MS. Namun, polisi terus menyelidiki dan mengembangkan kasus peredaran uang palsu tersebut.

"Polisi masih melakukan penyelidikan untuk mencari kemungkinan ada pembuat uang palsu di balik peredaran uang palsu di Jember, apalagi tersangka MS pernah terlibat dalam kasus yang sama di Pulau Dewata," tuturnya.

Berdasarkan keterangan tersangka MS, sambung Alfian, uang palsu tersebut didapatkan dari seseorang berinisial AM, warga di Pulau Madura, yang kini masih masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) dan masih dilakukan pengejaran.

"Tersangka MS mengedarkan uang palsu sebanyak Rp1,5 juta yang terdiri dari pecahan Rp50 ribu sebanyak 30 lembar dan ia memperolehnya dari AM di Pulau Madura dengan ketentuan 1 : 3 yang dibayar dengan uang asli Rp500 ribu," katanya.

Alfian mengatakan Sebelumnya uang palsu tersebut sudah dipesan dan dijual kepada tersangka PI dengan ketentuan 1 : 2, yakni uang Rp1,5 juta dibayar dengan uang asli Rp750 ribu, sehingga dalam transaksi tersebut tersangka MS mendapatkan keuntungan sebesar Rp250 ribu.

"Pelaku yang mengedarkan uang palsu bisa dijerat dengan pasal 36 ayat (3) dan ayat (2) UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara," ujarnya.

Sementara tersangka MS mengatakan hasil keuntungan menjual uang palsu tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga mengincar ibu-ibu yang berjualan di warung yang dinilai kurang teliti terhadap perbedaan antara uang asli dan palsu.

"Biasanya uang palsu itu saya belanjakan untuk membeli makanan atau beli rokok di warung-warung pinggir jalan karena biasanya mereka tidak teliti untuk membedakan uang asli dan uang palsu," ujarnya. (Ant)