Polisi Angkat Bicara soal Begal di Kawasan Kampus UTM Bangkalan

Polisi Angkat Bicara soal Begal di Kawasan Kampus UTM Bangkalan Ilustrasi.

BANGAKALAN-Kapolres Bangkalan, Madura, Jawa Timur (Jatim),  AKBP Boby Paludin Tambunan menanggapi beredarnya surat terbuka yang ditujukan ke Kapolda Jatim terkait maraknya begal di kawasan a Universitas Trunojoyo Madura (UTM).

Surat yang beredar viral di media sosial tesebut ditulis seseorang yang mengaku mahasiswa UTM.

Kapolres Bangkalan kemudian membeberkan tren penurunan kasus begal selama kurun 5 tahun terakhir di wilayahnya.

Tahun 2017, sambung Kapolres, ada sebanyak 10 kasus, 2018 4 kasus, dan tahun 2019 ini hanya 2 kasus yang terjadi pada bulan ini, Juni.
 
“Itupun ini masih dalam proses pengungkapan, artinya kami sudah melakukan langkah langkah, upaya- upaya didalam menangani begal dan ini sudah berhasil karena sudah terjadi frame penurunan angka begal,” ungkapnya melansir kabardaerah.com, Sabtu (29/06).

Kapolres menegaskan pihaknya sudah melakukan langkah- langkah dengan membentuk tim khusus guna mengungkap kasus begal. 

“Kami akan meningkatkan patroli diwilayah sekitar UTM untuk mencegah begal. kami juga mengaktifkan pos pos di timurnya UTM yang kami bentuk, nanti kami jaga 24 jam,” jelasnya.

Selain itu, dia mengaku sudah melakukan rapat koordinasi dengan pihak Pemerintah Daerah, Desa, Kecamatan dan OKP untuk mencari solusi menangani begal secara efektif.

“Saya juga melakukan komunikasi dengan tokoh desa di sana, supaya kasus begal ini tidak terulang lagi,” tutupnya.

Kapolres mengimbau masyarakat tidak resah karena pihaknya sudah terus berupaya memberantas begal di Kawasan UTM.

Tanggapan UTM 

Pihak Universitas Trunojoyo Madura menyebut nama Ahmad Ghazali, penulis surat yang ditujukan ke Kapolda Jawa Timur terkait maraknya begal di sekitar UTM, tidak ada dalam data base mahasiswa di UTM. 

“Saya pastikan tidak ada ejaan nama seperti itu dalam data base kami,” ujar Wakil Rektor 3 UTM, Agung Ali Fahmi.

Agung menambahkan, citra UTM menjadi buruk akibat beredarnya surat tersebut.

“Nama baik UTM jadi jelek apalagi sekarang lagi pendaftaran mahasiswa baru,” tutupnya. 

Berikut selengkapnya isi surat soal maraknya begal di kawasan UTM atas nama Ahmad Ghazali yang diterima redaksi Jatimpos.id.

SURAT TERBUKA UNTUK KAPOLDA JAWA TIMUR

"Salam Hormat Untuk Kapolda Jawa Timur. Mohon maaf sebelumnya, Pak.  Menganggu aktivitasnya.

Perkenalkan, saya Ahmad Ghazali saya berasal dari Kabupaten Gersik, saya kuliah di Universitas Trunojoyo Madura, masuk tahun 2017 dan sekarang semester 4. 

Begini, Pak: saya masuk UTM, karena menurut saya, salah satu kampus terbaik di Jawa Timur yang berada di Pulau Madura.  Begitu juga tempatnya sangat dekat dengan Suramadu.

Jadi, perjalanan saya dari rumah ke kampus cukup di tempuh kurang lebih 2 jam.   

Saya awalnya sangat senang dan riang gembira, kali pertama diantar oleh kedua orang tua menginjakkan kaki di pulau garam yang katanya pulau seribu pesantren.

Sebab, jalan menuju kampus tersebut ada tiga jalur  bisa lewat kapal (pelabuhan kamal),  bisa lewat Desa Keppun (Talun), dan juga bisa lewat Timur Kampus. Namun, bagi mahasiswa dari luar Madura jarak tempuhnya yang paling dekat lewat timur kampus.

Di samping aksesnya dekat dengan Suramadu jalannya juga lumayan bagus. Namun, kali pertama saya lewat Timur Kampus tahun 2017, saya sudah diwanti-wanti oleh teman seperjuangan untuk tidak lewat timur kampus. Sebab, menurut teman saya sangat rawan. Saya awalnya mengira itu hanya candaan belaka untuk menakut-nakuti saya, karena mahasiswa baru dan orang Jawa.

Namun, tak lama dari percakapan itu. Ternyata nasehat teman saya itu benar. Akses dari Suramadu menuju Kampus UTM itu (Timur Kampus) bagaikan jalan Neraka. 

Sebab, tak lama dari saya lewat sudah muncul di media online ada pembegalan. Saya lansung terkejut dan benar-benar terkejut. Ternyata jalan Timur Kampus sudah banyak makan korban. Terutama yang akan menjadi "santapan empuk" adalah mahasiswa baru. 

Sehingga saya begitu sangat trauma lewat timur kampus. Apalagi sejak tahun 2017-2019 ada beberapa warga civitas akademika juga sering menjadi korban begal, motornya di ambil secara paksa dan orangnya di bacok, kadang kenak bahu, kepala termasuk tangan dan lain sebagainya.

Begitu juga, ada salah satu dosen yang jadi korban. Motornya di ambil dan masih beruntung orangnya selamat tidak dibacok, karena langsung memberikan motornya. Pokoknya sering sekali pembegalan terutama mahasiswa, orangnya di bacok dan motornya di bawa kabur,  Pak. Sangat ngerikan, Pak!  

Pak Kapolda yang sangat saya hormati

Selain itu juga, yang lebih ngeri lagi serta yang membuat saya memutuskan untuk menulis Surat Terbuka ini pada bapak. Yaitu kejadian kemarin Selasa (25/6/19), kasus yang menimpa saudara saya mahasiswi semester II Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Ekonomi Pembangunan atas nama Misnati (19) kejadiannya sekitar pukul 05.00 WIB.

Motornya Vario di bawa lari oleh begal, kepala dan tangannya Misnati di bacok dengan senjata tajam sehingga orangnya berlumuran darah dan untungnya korban segera dilarikan ke rumah sakit sehingga nyawanya masih terselamatkan.

Kejadian ini membuat saya dan teman-teman di kampus, serta seluruh civitas akademika sangat resah dan trauma sekali, Pak.  Sebab,  kejadian ini sudah sangat parah dan sering.  Sering sekali, Pak!

Saya dan kawan-kawan oraganisasi ekstra, HMI,  PMII, GMNI dan IMM pernah melakukan audensi dengan Polsek dan Polres.  Namun, jawabannya tetap klise dan itu, itu saja: kekurangan personil dan tidak ada laporan dari masyarakat.

Padahal, pembegalan ini persoalan yang sangat lama, akut dan masuk tindak kriminal yang sangat luar biasa, bahkan media online termasuk media cetak sudah sering memberitakan, Pak. Namun,  itulah jawaban Polsek dan Polres, bawahan Bapak. Sangat mengecewakan,  Pak. 

Sebagai bentuk kerja sama dan kepedulian kampus,  kemarin Kamis (27/6) Rektor beserta Wakil Rektor II dan III, termasuk dengan BEM dan DPM yang dihadiri oleh Polsek dan Polres melakukan audensi atas kejadian pembegalan yang menimpa saudara Misnati. Audensi ini difasilitasi oleh Kampus UTM.

Polsek dan Polres banyak mendapat kritik dan saran atas lemahnya keamanan di Bangkalan terutama di sekitar kampus UTM. Jawabannya polres apa, Pak? Kekurang personil dan tidak menerima laporan dari masyarakat. Itu jawabannya, Pak. Mereka polsek dan polres tidak sigap tugasnya selalu "menjemput bola" kami sangat kecewa, kecewa sekali,  Pak. Adanya, sama dengan tidak ada. 

Jujur, Pak.  Kejadian ini membuat saya trauma terutama kami yang pendatang, Pak. Dan mungkin ini dirasakan oleh seluruh mahasiswa. Sebab, jiwa dan nyawa yang akan jadi taruhannya. Pembegalan ini sering terjadi, Pak. 

Saya sangat berharap Pak Kapolda bisa menyelesaikan masalah ini. Ini masalah serius, Pak. Sebab di samping masalah kemanusian juga akan memperburuk citra UTM  sebagai lembaga pendidikan tinggi di Madura, Pak. 

Saya sangat berharap. setelah bapak membaca surat ini jawaban bapak tidak sama: Kekurangan personil dan tidak ada laporan dari masyarakat. Namun, bapak berani menangkap dan mengungkap kejadian pembegalan ini hingga ke akar-akarnya, Pak.

Sebab, saya melihat sepertinya terindikasi ada konspirasi antara pembegal dan penadah motor, termasuk maraknya narkoba yang berjenis sabu.  Ayo Pak! segera gerak tangkap dan adili. Kami benar-benar sangat resah dan terganggu untuk belajar, kami sangat membutuhkan keamanan biar nyaman belajar, Pak.

Sebab,  kalau jawaban bapak sama dengan Polsek dan Polres. Maka, Bapak, sama saja dengan bawahannya malas untuk turun lansung ke masyarakat. Padahal Amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Pasal 13 mengamanatkan kepada bapak, “Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.” Itu tugas Bapak. 

Oleh karena itu, sekali lagi, dengan kerendahan hati saya memohon kepada Pak Kapolda, untuk segera turun tangan mengungkap dan menangkap pelaku pembegalan agar kami bisa aman, nyaman, dan bisa belajar dengan tenang di kampus kami tercinta, Universitas Trunojoyo Madura."

Salam hormat,
Ahmad Ghazali.
Gersik, 28 Juni 2019