Perda KTR Dinilai Ancam Industri Hasil Tembakau

Perda KTR Dinilai Ancam Industri Hasil Tembakau Tumpukan batang Rokok/ Foto: Pixabay

Surabaya - Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan Minuman-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM – SPSI) menilai Revisi Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok di Kota Surabaya, Jawa Timur berpotensi mengancam kelangsungan industri hasil tembakau di wilayah tersebut.

"Sejumlah ketentuan dalam revisi Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) bertentangan dengan regulasi di atasnya," kata Pimpinan FSP RTMM – SPSI Jawa Timur, Emanuel Embu saat menggelar jumpa pers di Surabaya, Kamis (24/01).

Adapun peraturan yang dimaksud adalah Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

Hal sama juga dikatakan Ketua Paguyuban Toko Surabaya Sri Utari. Ia  mengaku  khawatir dengan rancangan perda tersebut.

Menurutnya, apapun peraturan perundangan, hendaknya sejalan dengan peraturan lain, apalagi yang lebih tinggi. "Tentunya juga selalu melibatkan kami para pemangku kepentingan dalam penyusunannya," ujar Utari.

Menurut Utari, sedikitnya ada tiga poin dalam revisi Perda KTR Kota Surabaya yang berpotensi merugikan dan mengancam keberlanjutan usahanya yakni:

Pertama, rencana larangan kegiatan menjual, mengiklankan, mempromosikan tembakau berlaku mutlak di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok.

Hal ini, lanjut dia, bertentangan PP 109 Pasal 50 ayat 2 yang menyatakan seluruh aktivitas tersebut tetap bisa dilakukan di tempat penjualan produk tembakau di wilayah KTR.

Kedua, lanjut dia, dalam revisi perda KTR-KTM disebutkan "dapat" menyediakan tempat khusus merokok. Utari menjelaskan, keberadaan kata 'dapat' menciptakan multitafsir di mata publik.

"Kata 'dapat' memiliki dua makna yaitu boleh menyediakan tempat rokok atau sebaliknya," katanya. 

Tentunya, lanjut dia, hal ini akan menyulitkan penegakan sanksi oleh aparat bagi mereka yang melanggar. Padahal, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 57 Tahun 2011 yang menguji materi Pasal 115 Ayat 1 Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan tegas memerintahkan penyediaan tempat khusus merokok di tempat kerja dan tempat umum.

"Artinya, keberadaan tempat khusus merokok adalah sebuah kewajiban," ujarnya.

Ketiga, kata dia, tempat merokok harus terpisah dari gedung/tempat/ruang utama dan ruang lain yang digunakan untuk beraktivitas.

"Poin ini tidak efektif diterapkan bila tidak diimbangi dengan penyediaan tempat khusus merokok di seluruh tempat kerja dan tempat umum seperti, kantor, pasar, hotel, dan gedung di Surabaya," pungkas Utari.