Kejanggalan di Balik Impor Garam

Kejanggalan di Balik Impor Garam Petani garam (flickr.com/Sari).

SURABAYA-Komoditas Garam dianggap anak tiri karena dalam UU Perdagangan No.7/2014 tentang perdagangan di Pasal 25, garam yodium tergolong pokok. 

"Tapi sebaliknya di Perpres No.71/2015, garam disebutkan bukan termasuk bahan pokok. Ini ketidakkonsistenan pemerintah,” kata Ketua Komisi B DPRD Jatim, Achmad Firdaus Febriyanto ditemui gedung di DPRD Jatim, Jumat (23/08).

BACA JUGA:

Khofifah Inginkan Data Tunggal Garam
Harga Garam Hancur, Luhut Sarankan Jokowi Setop Impor

Akibatnya, sambung Firdausi, komoditi garam hingga saat tidak kunjung memiliki Harga Pokok Penjualan (HPP).

“Kami berharap impor garam industri itu dikurangi supaya garam rakyat ini bisa terserap lebih banyak. Dengan demikian kesejahteraan petani garam akan meningkat, sebab 60 persen garam nasional itu berasal dari Madura,” jelas politisi Gerindra ini.

Persoalan garam, kata dia, nyaris setiap musim panen pada saat petani garam berharap untung dari hasil panen, namun harga garam sering anjlok.

BACA JUGA:
Petani Garam Doakan Khofifah Sebelum Hadap Jokowi
Seabrek Persoalan Garam di Negeri Maritim
Khofifah: Garam Lokal Kalah Saing, Tak Heran Jika Impor!
KEK Garam, Solusi untuk Setop Impor Garam

Menurutnya, keadaan petani garam semakin parah akibat kebijakan membuka kran impor garam industri, sehingga pproduk garam dalam negeri tak terserap.

Firadaus lantas mengungkap adanya kejanggalan impor garam saat pihaknya mendatangi ke Pelabuhan Perak untuk melihat langsung proses bongkar muat garam import dari Australia. 

"Yang menjadi janggal garam itu kemudian dibawa ke Gresik. Itu disana tidak ada kegiatan usaha, tapi hanya digelempakkan diatas terpal, lalu dioplos dengan garam petani sehingga akhirnya ditangkap polisi,” tutup Firdaus. (Kominfo Jatim)