Data Gizi Buruk Dinkes Jatim Dinilai Asal-asalan

Data Gizi Buruk Dinkes Jatim Dinilai Asal-asalan Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur/Foto: Bung Yus

SURABAYA-Data stunting (balita gagal tumbuh) dan gizi buruk Dinas Kesehatan (Dinkes) Jawa Timur dinilai tidak akurat yang berdampak pada rendahnya serapan anggaran. 

"Serapan yang rendah sampai dengam triwulan ketiga dalam anggaran 2019 ini semakin membuktikan data yang di sajikan tidak transparan dan tekesan ada yang ditutup tutupi,” kata Anggota DPRD Jatim, Mathur Husyairi di DPRD Jatim, Rabu (04/09).

BACA JUGA:
Jatim Replikasi Pencegahan 'Stunting' Pandeglang
Ada 14 Ribu Balita Stunting di Malang, Pemprov Disorot
30% Kasus Stunting Jatim di Perkotaan, 29% Anak Orang Kaya

Menurut Mathur, rendahnya penyerapan anggaran penanganan gizi buruk dan stunting di Jatim memunculkan dugaan bahwa Dinkes tidak menyajikan data yang benar.

Hal itu, sambung politisi Madura ini, tidak perlu terjadi jika data Dinkes akurat, update, dan transparan. 

“Imbasnya dana yang telah dialokasikan untuk penanganan hal itu tidak terserap dengan baik. Saya melihat pihak Dinkes dalam menyusun anggaran penanganan gizi buruk dan stunting terkesan asal-asalan. Serapan anggarannya yang rendah lalu bisa menyusun anggaran untuk penanganan gizi buruk tentunya atas dasar apa mereka menyusun. Ini jelas sekali mereka salah,” jelasnya mengutip laman Kominfo Jatim. 

Untuk itu, Mathur menyarankan agar melakukan evaluasi sebelum menyusun anggaran.

“Sebelum menyusun anggaran, Dinas Kesehatan Jatim mengevaluasi program yang dijalankan. Ada evaluasi dan monitoring program yang dijalankan sebelumnya. Ini kelihatannya tidak dilakukan,” pungkasnya. 

Ketua Sementara DPRD Jatim Kusnadi sebelumnya mengungkap temuan di lapangan bahwa banyak kota/kabupaten yang ternyata data stunting dan gizi buruknya tidak ter-cover oleh Dinas Kesehatan Jatim. 

“Saya beberapa waktu lalu juga ngobrol dengan pemerintah di Kabupaten Malang. Selama ini kita tidak mendengar stunting di Kabupaten Malang. Tetapi angka stuntingnya di situ tinggi, kenapa data itu tidak ada, karena memang ditutup tutupi,” kata Kusnadi.