'Jeritan' Asosiasi Vape Indonesia

'Jeritan' Asosiasi Vape Indonesia Rokok elektrik atau Vape (Pixabay).

JAKARTA-Pengguna rokok elektrik alias vape terus berkembang dan meluas. Tercatat sekitar 1,6 juta pengguna vape di Indonesia saat ini.

Namun, pada November 2019 lalu, BPOM mengajukan usulan pelarangan penggunaan vape di Indonesia karena dinilai mengandung bahan-bahan berbahaya.

Menanggapi hal itu, Ketua Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Aryo Andrianto menilai pelarangan total terhadap vape justru akan menghilangkan fungsi kontrol yang akan menyebabkan bermunculan produsen yang tidak terawasi.

Hingga saat ini, jelas Aryo, belum ada kajian holistik terbuka yang melibatkan kedua belah pihak tentang vape ini.

“Memang cairan untuk vape ini tidak sepenuhnya aman tetapi jauh lebih aman ketimbang rokok konvensional,” kata Aryo belum lama ini di Jakarta.

Untuk itu, Aryo menyarankan lebih baik membuat regulasi yang ketat bukan pelarangan. Sebab, jelas dia, jika vape dilarang maka dikhawatirkan para pengguna vape sekarang akan kembali ke rokok konvensional.

BACA JUGA:
Vape vs Rokok Tembakau, Lebih Bahaya Mana?
Kualitas Sperma Perokok dan Dampaknya pada Pasangan

Menurut Kemenkes, dilansir di situs web resmi mereka, terdapat lebih dari 4.000 bahan kimia di dalam rokok konvensional. Ratusan di antaranya zat beracun dan sekitar 70 bahan di dalamnya dapat menyebabkan kanker.

“Kami dengan senang hati akan bekerja sama dengan pemerintah jika dilibatkan untuk melakukan penelitian sebagai dasar perumusan keputusan nantinya,” ujar Aryo.

Sementara itu, Ketua Aliansi Pengusaha Penghantar Nikotin Elektronik Indonesia (Appnindo) Syaiful Hayat industri vape telah menyerap puluhan ribu tenaga kerja lokal, dan bahan pembuatannya adalah tembakau lokal yang tidak diserap oleh produsen rokok.

Vape, kata dia, juga telah menyumbangkan sekitar Rp700 miliar untuk cukai yang disetorkan. Angka tersebut muncul karena vape dikenakan cukai Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) sebesar 57 persen dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hasil tembakau 9,1 persen.

Dengan angka tersebut, industri rokok elektrik dinilai dapat menjadi industri baru yang memiliki potensi pertumbuhan yang besar. (Ant)